Fosil di Lembah Cisaar Sumedang Diduga Lebih Tua dari Temuan di Jawa Tengah dan Timur

oleh
Salah satu spot dan koleksi Site Museum Lembah Cisaar di Kantor Desa Jembarawangi Kecamatan Tomo saat dikunjungi oleh wisatawan lokal.

RADARSUMEDANG.id, KOTA – Lembah Cisaar di Desa Jembarawangi, Kecamatan Tomo, Kabupaten Sumedang, menjadi perhatian para ahli arkeologi dan geologi. Lantaran temuan fosil binatang dan perkakas manusia purba yang diperkirakan berusia 1,5 hingga 2 juta tahun. 

Temuan ini bahkan disebut-sebut lebih tua dibandingkan tinggalan arkeologi yang selama ini ditemukan di wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Hal itu disampaikan oleh Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga (Disparbudpora) Kabupaten Sumedang, M. Budi Akbar. 

Menurutnya, hasil ekskavasi yang dilakukan pada 2022 lalu menunjukkan bahwa kawasan Lembah Cisaar menyimpan jejak kehidupan purba yang sangat penting dalam sejarah peradaban di Pulau Jawa.

“Dari hasil temuan para ahli arkeologi dan geologi, tinggalan yang ada di Lembah Cisaar lebih tua dari temuan di Sangiran (Jawa Tengah) dan di situs Mojokerto (Jawa Timur). Ini menguatkan teori bahwa persebaran manusia dan hewan purba di Pulau Jawa dimulai dari bagian barat, termasuk wilayah Sumedang,” kata Budi kepada Radar Sumedang, Jumat (4/7/2025) di ruang kerjanya.

Ia menjelaskan, dahulu Pulau Jawa belum terbentuk seperti sekarang. Pulau ini muncul akibat pergeseran lempeng bumi yang kemudian membentuk daratan.

Setelah daratan muncul, wilayah ini dipenuhi padang sabana dengan sumber makanan melimpah, yang memicu kedatangan binatang dan manusia purba dari daratan Asia melalui jalur barat.

“Secara logika, sebelum sampai ke Jawa Tengah dan Jawa Timur, tentu para penghuni awal ini harus menginjakkan kaki terlebih dahulu di Jawa bagian barat. Dan Sumedang menjadi salah satu titik penting dalam proses migrasi itu,” ungkap Budi.

Adapun kata Budi, temuan penting di Lembah Cisaar meliputi artefak alat batu seperti kapak perimbas, alat serpih, serta berbagai fosil binatang purba, termasuk fosil kayu yang telah membatu. 

Semua artefak tersebut merupakan barang asli, bukan replika, dan saat ini disimpan dan dipamerkan di Site Museum Lembah Cisaar—yang merupakan museum situs ketiga di Indonesia setelah Sangiran dan Trinil.

Site Museum Lembah Cisaar dibangun atas kerja sama dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan difasilitasi langsung oleh Museum Geologi Bandung. Museum ini menjadi pusat edukasi dan penelitian kepurbakalaan di Sumedang.

Selain di Lembah Cisaar, temuan penting lainnya juga ditemukan di wilayah timur Sumedang seperti Tomo, Ujungjaya, Conggeang, dan sebagian Buahdua. 

“Para ahli menyebut kawasan tersebut dulunya merupakan wilayah laut dangkal dengan ketinggian sekitar 50 meter di bawah permukaan laut saat ini. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya fosil gigi hiu purba jenis Megalodon dan hamparan fosil kerang moluska di berbagai lokasi,” ujarnya.

“Penemuan ini membuktikan bahwa daerah-daerah tersebut dulunya merupakan dasar laut purba, dan menjadi bagian dari sejarah geologis penting dalam pembentukan daratan Pulau Jawa,” ujarnya lagi.

Meski telah dilakukan ekskavasi dan penelitian oleh para ahli arkeologi, paleontologi, dan geologi, Budi menyebutkan bahwa keterlibatan disiplin ilmu lainnya seperti antropologi dan sosiologi masih diperlukan untuk mengkaji lebih dalam aspek kehidupan sosial manusia purba di kawasan tersebut.

“Kami berharap ke depan ada dukungan riset lintas disiplin agar tinggalan purbakala di Sumedang ini bisa diungkap secara lebih menyeluruh dan mendalam,” jelas Budi. (jim)