Dalam persidangan, Patra menanyakan bahwa keterangan yang disampaikan penyelidik KPK, Arif Budiharjo bahwa Hasto merupakan aktor intelektual dari kasus suap PAW Anggota DPR RI 2019-2024.
“Sekarang masuk ke BAP, berita acara pemeriksaan 6 Januari 2025 Nomor 20 halaman 12. Itu, Bapak tegas bilang, aktor intelektual, nah ini ngeri, saya bacakan biar nggak salah karena sadis ini, ngeri. ‘Dalam kasus penyuapan terhadap Wahyu Setiawan menurut pendapat saya adalah Hasto Kristiyanto’, begitu yang Bapak bilang kan?,” tanya Patra dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (16/5).
Merespons pertanyaan itu, Arif Budiharjo menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelaahan tim bahwa pihak-pihak yang sebelumnya terbukti melakukan suap terhadap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan, di antaranya Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Agustiani Tio Fridelia berada dalam satu lingkup. Menurutnya, mereka disebut kerap melaporkan setiap aktivitas kepada Hasto.
“Jadi, ketika penyidik kepada saya terkait dengan pertanyaan hal itu, saya yang merefer kepada Tupoksi yang saya lakukan pada saat itu. Jadi, dari hasil yang kami temukan dalam proses penyelidikan bahwa masing-masing pihak yang melakukan penyuapan, dalam hal ini adalah Donny, Saeful, Tio itu memang berada di dalam satu kesatuan dengan terdakwa. Karena dia menerima arahan dan kemudian mereka melaporkan,” timpal Arif.
Arif pun menyatakan bahwa berdasarkan temuan alat bukti, Hasto kerap memberikan arahan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam kasus ini. “Betul. Bukti petunjuk dan keterangan,” tegas Arif.
Mendengar pernyataan itu, Patra lantas menanyakan apakah Arif melihat langsung bahwa Hasto merupakan aktor intelektual dari kasus suap PAW untuk mengupayakan Harun Masiku menjadi Anggota DPR 2019-2024.
“Nanti dulu, sekarang saksi fakta ini, saudara lihat langsung nggak?,” tanya Patra.
“Tidak,” cetus Arif.
Sementara, disela-sela persidangan, Hasto Kristiyanto mengaku kaget disebut aktor intelektual terkait dengan kasus dugaan suap penetapan PAW Anggota DPR RI periode 2019-2024.
“Yang saya agak kaget juga disebut sebagai aktor intelektual hanya karena memberikan suatu arahan, kemudian melaporkan. Itu dianggap sebagai suatu aktor intelektual,” ujar Hasto.
Ia menegaskan, apa yang dilakukan seperti mengajukan uji materi dan meminta fatwa ke Mahkamah Agung (MA) terkait PAW Harun Masiku untuk menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia merupakan langkah yang konstitusional. Hal ini berkaitan dengan Daerah Pemilihan (Dapil) Sumatera Selatan 1.
“Ini adalah suatu tindakan organisatoris, siapa pun sama,” tegas Hasto.
Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku. Hasto merintangi KPK yang ingin menangkap Harun Masiku, sehingga mengakibatkan buron sampai saat ini.
Hasto melalui Nurhasan memerintahkan Harun Masiku untuk merendam telepon genggamnya ke dalam air, setelah KPK melakukan tangkap tangan kepada Komisioner KPU RI 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Serta, memerintahkan staf pribadinya Kusnadi untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK. Upaya paksa penangkapan terhadap Harun Masiku itu setelah adanya dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI 2019-2024.
Selain itu, Hasto juga didakwa memberikan uang senilai SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta untuk Komisioner KPU RI 2017-2022, Wahyu Setiawan. Hasto memberikan suap ke Wahyu Setiawan bersama-sama dengan Harun Masiku.
Uang tersebut diberikan Hasto Kristiyanto untuk Wahyu Setiawan, agar caleg Harun Masiku bisa dilantik menjadi caleg terpilih periode 2019-2024 menggantikan Riezky Aprilia di Dapil Sumatra Selatan (Sumsel) 1.
Pemberian suap kepada Wahyu Setiawan, dibantu oleh mantan anggota Bawaslu RI yang juga kader PDIP, Agustiani Tio Fridelia. Sebab, Agustiani memiliki hubungan dekat dengan Wahyu Setiawan.
Hasto didakwa melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 21 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 Ayat (1) KUHAP.(jpc)