Pentingnya Recovery Center dalam Pemulihan dan Transformasi Ekonomi di Jabar

oleh
Kantor BI Perakilan Jabar
Kantor BI Perwakilan Jabar, dunia keuangan, khususnya perbankan. Akibat pandemi COVID-19, mengalami kontraksi cukup dalam.

RADARSUMEDANG.id, KOTA BANDUNG- Kehadiran Recovery Center menjadi krusial dalam proses pemulihan ekonomi di Jabar. Recovery Center dapat menjadi ruang mediasi antara pelaku dunia usaha dengan dunia keuangan untuk mendorong pemulihan dan transformasi ekonomi.

Demikian disampaikan Ketua Harian Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah (KPED) Jabar Ipong Witono dalam Dialog Online Recovery Center KPED Jabar bertajuk “Mitigasi Bank dan Nasabah terhadap Kebijakan Relaksasi Pasca Kredit” via konferensi video, Kamis (30/12/2021).

Menurut Ipong, pandemi COVID-19 tidak hanya memukul pelaku usaha dan sektor riil, tetapi juga dunia keuangan, khususnya perbankan. Akibat pandemi COVID-19, katanya, dunia keuangan dan perbankan mengalami kontraksi cukup dalam.

“Recovery Center sangat penting dalam upaya transformasi kebijakan Jabar di masa mendatang. Walau kita tahu regulasi keuangan berada di pusat, tapi kita di Jabar harus terus melakukan upaya-upaya yang dapat meringankan sektor riil dari tekanan-tekanan,” kata Ipong.

“Memang secara makro sudah menunjukkan perbaikan-perbaikan, tetapi sektor riil mengalami bleeding yang lama, yang menyebabkan perusahaan-perusahaan mengalami bangkrut, mem-PHK, mempersempit produksi, dan banyak juga yang saat ini dalam proses penyitaan aset dan lain-lain,” imbuhnya.

Selain itu, Ipong juga mengatakan bahwa krisis ekonomi akibat pandemi COVID-19 berdampak pada meningkatnya jumlah masyarakat yang berada di garis kemiskinan. Oleh karena itu, ia mendorong dunia keuangan dan perbankan untuk turun ke lapangan melihat realitas masyarakat di bawah.

“Yang paling penting adalah pemahaman bersama dalam melihat ekosistem antara dunia usaha dan dunia keuangan,” ucapnya.

“Saya berharap, kita bisa membuat rekomendasi untuk tahun depan. Kita bentuk task force untuk menangkap aspirasi akar rumput dan kita mencari kebijakan-kebijakan yang akan diputuskan di Jakarta,” imbuhnya.

Sementara itu, Nanny Dewi Tanzil menyatakan bahwa Recovery Center dapat menjadi ruang untuk menyelesaikan kredit bermasalah pasca-berakhirnya masa perpanjangan restrukturisasi 2023.

Selain itu, Nanny menekankan pentingnya pengumpulan data kredit macet, mulai dari implementasi manajemen risiko sampai analisa tingkat kemacetan. Data tersebut nantinya akan menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Begitu juga dengan Analisas Penyebab Kredit Bermasalah, baik dari finansial maupun nonfinansial. Sebab, penyebab kredit bermasalah tidak hanya dari sisi finansial, tetapi juga nonfinansial seperti Sumber Daya Manusia (SDM).

“Digitalisasi dan lain-lain bisa menjadi penyebab kredit bermasalah. Karena itu berkaitan dengan kompetensi Sumber Daya Manusia dan teknologi,” ucap Nanny.

Analisa Propek Usaha, kata Nanny, perlu juga dilakukan. “Itu memungkinkan kita melihat alternatif-alternatif penyelesaiannya ke depan,” katanya.

Nanny menambahkan, Recovery Center harus men-treatment kasus per kasus dalam penyelesaian kredit bermasalah. Hal itu dilakukan karena setiap kasus memilih karakteristik dan penyelesaian yang berbeda-beda. Dengan begitu, semua pihak akan menemukan win-win solution.

“Kita tidak bisa membuat suatu kebijakan yang sama kepada setiap nasabah,” kata Nanny.

“Perlu dibuatkan kebijakan yang berlaku nasional. Sepengetahuan saya, di bank sendiri, tidak kebijakan daerah, tapi kebijakan nasional. Kalau ada nasabah di Jabar bisa dilakukan mediasi, provinsi lain harus mendapat hak yang sama,” tambahnya.(cwp)