Teliti Warisan Budaya Takbenda, Dosen Unpad Temukan Nama-Nama Sunda yang Populer dan Hilang

oleh

RADARSUMEDANG.ID – Sebanyak 170 peserta terdiri dari siswa, guru SMKN Sukasari mengikuti penerapan Etno-matematika dan Etno-informatika dari Pusat Studi Pemodelan dan Komputasi FMIPA Unpad, Tim ALG Departemen Matematika, Departemen Statistika dan Departemen Ilmu Komputer FMIPA Unpad.

Salah seorang pemateri Prof. Dr. Atje Setiawan Abdullah mengatakan, pihaknya telah melakukan penelitian bersama dengan tim dosen dan mahasiswa di Departemen Ilmu Komputer, FMIPA Unpad. Untuk pengelolaan informasi warisan budaya takbenda (WBTb) di Indonesia, dengan membuat visualisasi budaya takbenda di Indonesia baik dalam bentuk rekapitulasi per provinsi maupun dalam bentuk visualisasi peta spatial enam lokasi kepulauan yang terdiri dari provinsi-provinsi di Indonesia.

“Penetapan WBTb dimulai dengan pertama usulan pencatatan budaya takbenda dari kabupaten/kota setiap provinsi, kedua dilakukan penetapan budaya takbenda setiap provinsi, dan ketiga pengusulan kepada UNESCO untuk ditetapkan sebagai budaya takbenda dunia yang berasal dari Indonesia,” ucapnya belum lama ini.

Ia menambahkan, sampai saat ini sudah tercatat di UNESCO sebanyak 12 budaya tabenda Indonesia yang diakui dunia meliputi pertunjukan wayang, keris Indonesia, batik Indonesia, angklung Indonesia, tari Saman, tas noken, tiga genre tari tradisional Bali, pinisi seni pembuatan kapal, pantun, gamelan, dan pencak silat.

“Contoh penerapan Etno-informatika dalam perubahan Antroponimi, atau budaya penamaaan orang di Kabupaten Sumedang selama 100 tahun terakhir sampai dengan tahun 2020 dari database penduduk kabupaten Sumedang sebanyak 1,2 juta orang, serta perubahannya setiap 10 tahun terakhir. Informasi yang ditampilkan antara lain, nama-nama favorit, nama-nama yang sudah menghilang, dan nama-nama yang baru muncul,” katanya.

Manurutnya, pembahasan dilakukan secara spasial, baik untuk kecamatan-kecamatan di pedesaan maupun di perkotaan. Sebagai contoh 10 nama favorit di kabupaten Sumedang adalah Muhammad, Muhamad, Dede, Asep, Ade, Ai, Agus, Ani, Wawan, Cucu. Sementara 10 nama-nama Sunda yang sudah menghilang selama 90 tahun terakhir adalah Sunaja, Saim, Sundia, Djatma, Boelah, Unamah, Entjil, Eyut, Kitji, dan Macih.

“Sementara sepuluh nama-nama yang baru muncul dalam 10 tahun terakhir adalah Naura, Arsila, Keyla, Raffa, Rafka, Khanza, Aqila, Zahra, Keysa, Aleska. Nama-nama Sunda di pedesaan Kabupaten Sumedang masih banyak digunakan, akan tetapi secara keseluruhan jumlahnya relatif turun. Sedangkan nama-nama Sunda di perkotaan relatif sudah banyak berubah, walaupun 80% dari 10 nama favorit masih digunakan, tetapi penggunaannya relatif turun,” katanya.

Kendati demikian, kata ia, nama favoritnya sudah berubah mengambil serapan dari budaya lain. Sehingga ia mengharapkan hasil penelitian tersebut dapat memberikan masukan bagi masyarakat, khususnya bagi generasi muda untuk ikut terlibat dalam melestarikan budaya Sunda.

“Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan inspirasi dan motivasi bagi pemerintah untuk melestarikan budaya lokal di daerah masing-masing. Sedangkan untuk kepentingan SMKN Sukasari baik untuk siswa maupun gurunya adalah menberikan gambaran tentang penerapan penelitian Etno-Informatika dengan cara menerapkan informatika, khususnya dalam parawisata budaya, melalui pelaksanaan penelitian survei langsung di lokasi desa-desa di Kecapatan Sukasari, kemudian diwujudkan dalam bentuk website tentang parawisata budaya di Kecamatan Sukasari. Untuk jangka panjang kajian Etno-informatika diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat,” katanya.

Sementara itu, pemateri lainnya Prof. Dr. Budi Nurani Ruchjana menyampaikan bahwa penelitian Etnomatematika di FMIPA Unpad difokuskan pada penerapan Matematika dalam Budaya Sunda. Etos dan watak Sunda itu adalah cageur, bageur, singer dan pinter, yang dapat diartikan sehat, baik, mawas, dan cerdas.

“Kebudayaan Sunda merupakan salah satu kebudayaan yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia yang dalam perkembangannya perlu dilestarikan. Secara umum masyarakat Jawa Barat atau Tatar Sunda, dikenal sebagai masyarakat yang lembut, religius, dan sangat spiritual,” katanya.

Menurutnya, kecenderungan ini tampak sebagaimana dalam pameo silih asih, silih asah dan silih asuh; saling mengasihi (mengutamakan sifat welas asih), saling menyempurnakan atau memperbaiki diri (melalui pendidikan dan berbagi ilmu), dan saling melindungi (saling menjaga keselamatan).

“Penerapan Etnomatematika dalam budaya Sunda seperti alat ukur simbolik yang digunakan seperti cara mengukur panjang (sajeungkal, sadeupa, dan lain-lain), mengukur volume (sabukucuruk, satangtung, sabitis, salaput hulu, dan lain-lain). Etnomatematika dalam mendukung pembelajaran Geometri disajikan melalui pembahasan Lingga, batik Sumedang.
Selain itu disajikan waktu simbolik mulai matahari terbit sampai matahari terbenam (wanci ngagayuhka subuh, maktu carangcang tihang, waktu wanci pecat sawed, wanci reureuh budak, dan lain-lain),” ucapnya.

Selanjutnya, lanjut ia, diconthkan cara menghitung hari dengan cepat menggunakan kelipatan tujuh puluh dari metode yang selama ini digunakan oleh masyarakat Sunda, missal Kamis-Kamis-Jum’at-Sabtu (10 hari) dan akan berulang ke hari yang sama dalam kelipatan tujuh puluh, sehingga jika sekarang hari Kamis maka hari ke 702 adalah hari Sabtu, dan seterusnya.

“Saya berharap melalui kegiatan ini dapat berkelanjutan sebagai bentuk perhatian dari Unpad kepada persekolahan dan masyarakat sebagai tetangga terdekat, khususnya dalam hal penerapan Etnomatematika dan Etno-informatika untuk pelestarian budaya, pendekatan Etnomatematika dapat digunakan oleh guru, dosen, dan orang tua untuk membantu pemahaman konsep Matematika dengan lebih mudah, Etnomatematika dapat meningkatkan proses berpikir siswa. Siswa juga diharapkan dapat senang mempelajari Matematika,” tandasnya. (tha).