RADARSUMEDANG.id, JATINANGOR – Anggota Komisi 1 DPRD Provinsi Jawa Barat, H Ridwan Solichin, SIP, M.Si, menyikapi tren perang konten di platform media sosial dalam sebuah talk show bertema “Tantangan Insan Penyiaran di Era Keterbukaan Informasi” yang digelar oleh DiVia TV Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatinangor, Rabu (12/6/2024). Dalam kesempatan tersebut, dewan yang menjadi mitra dari KIPD Jabar ini menguraikan peran pemerintah dalam menyikapi fenomena “perang konten” yang semakin marak di dewasa ini.
Kang Rinso, sapaannya, menjelaskan bahwa di era digital saat ini, masyarakat dihadapkan pada beragam konten dari berbagai platform, mulai dari media sosial hingga layanan streaming. Fenomena perang konten ini menciptakan peluang dan tantangan bagi masyarakat serta pemerintah.
Menurutnya, perang konten memiliki dampak positif dan negatif. Di sisi positif, perang konten mendorong kreativitas dan inovasi dalam produksi konten, memberikan masyarakat akses ke beragam informasi dan hiburan. “Selain itu, konten yang informatif dapat meningkatkan kesadaran publik tentang isu-isu penting seperti kesehatan, lingkungan, dan hak asasi manusia,” katanya.
Namun, perang konten juga membawa dampak negatif seperti penyebaran berita palsu yang dapat menyesatkan masyarakat dan menciptakan kebingungan atau kepanikan. “Terlalu banyak informasi juga dapat membuat masyarakat sulit memilah mana yang benar-benar penting dan relevan. Selain itu, tidak semua lapisan masyarakat memiliki akses yang sama terhadap teknologi dan informasi, menciptakan kesenjangan digital,” tandasny.
Sekretaris Fraksi PKS DPRD Jawa Barat menekankan peran penting pemerintah dalam mengatur konten yang disebarluaskan untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif perang konten.
“ Pemerintah dapat menetapkan regulasi yang mengatur konten digital, memastikan bahwa informasi yang disebarkan memenuhi standar kualitas dan akurasi. Contohnya adalah Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) di Indonesia,” sarannya.
Pemerintah juga sambung Kang Rinso, harus aktif dalam mengawasi konten yang beredar dan menegakkan hukum terhadap pelanggaran seperti penyebaran hoaks dan konten yang meresahkan. Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) adalah contoh lembaga yang bertugas menjaga keamanan informasi di Indonesia.
Selain regulasi, menurutnya, edukasi juga merupakan kunci untuk mengatasi dampak negatif perang konten. Pemerintah harus mempromosikan literasi digital di kalangan masyarakat, mengajarkan cara mengenali dan memverifikasi informasi.
“ Contohnya Program Literasi Digital Nasional dapat menjadi inisiatif yang mengajarkan masyarakat cara menggunakan internet dengan bijak dan aman. Kampanye yang berfokus pada bahayanya hoaks dan pentingnya verifikasi informasi juga dapat membantu masyarakat lebih kritis terhadap konten yang mereka konsumsi. Contohnya adalah kampanye “Stop Hoaks” yang digalakkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika,” urainya.
Namun, Kang Rinso mengakui bahwa pemerintah menghadapi tantangan besar dalam menyikapi perang konten. Mengawasi dan mengatur seluruh konten digital memerlukan sumber daya yang besar.
“Masih ada kesenjangan akses terhadap teknologi di berbagai wilayah, yang dapat menghambat upaya edukasi dan literasi digital. Selain itu, pemerintah harus menyeimbangkan antara regulasi konten dan perlindungan kebebasan berekspresi,” katanya lagi.(rik)