RADARSUMEDANG.id, KOTA – Universitas Koperasi Indonesia (IKOPIN University) bekerjasama dengan Karaton Sumedang Larang menggelar bedah buku berjudul ‘Petaka Gunung Tampomas’ dengan tajuk Kasus Global, Cermin Global, Sedia Payung Sebelum Hujan.
Buku yang ditulis oleh Rektor IKOPIN University Dr. Ir. Agus Pakpahan MS ini ditulis sebagai bentuk perhatiannya kepada kondisi Gunung Tampomas saat ini. Mengingat sang rektor merupakan pribadi yang lahir dan dibesarkan di Gunung Tampomas.
Lewat buku ini Prof Agus ingin mengajak semua pihak untuk membuka mata mengenai bagaimana rusaknya Gunung Tampomas sebagai akibat dari adanya kegiatan penggalian pasir yang sudah melampaui batas, TPS Cibeureum, juga polusi debu yang dihasilkan dari aktivitas lalu lalang kendaraan pengangkut pasir.
“Buku ini sebetulnya merupakan novel, karena saya lahir dan besar di Gunung Tampomas, tua pun di Gunung Tampomas. Insya Allah mati pun dikubur di Gunung Tampomas. Terus saya melihat seperti itu, apa yang saya bisa kerjakan,” kata Prof Agus kepada Radar Sumedang di Gedung Srimanganti kompleks Museum Prabu Geusan Ulun, Rabu (11/9/2024).
Kata Prof Agus yang seorang akademisi, bahasa yang digunakan relatif terbatas sehingga dirinya jadikan novel supaya menjadi cerita yang mudah dipahami namun sifatnya saintifik.
“Ini supaya menjadi sebuah bukti, karena sains bisa dijadikan bukti kerusakan alam. Bahkan bukti dari 6000 tahun yang lalu kita tarik,” ujarnya.
Karenanya dalam buku ini disampaikan apa yang sudah terjadi, yang merusak sebagai tanggung jawab sosial dan tanggung jawab moral dirinya sebagai saintis yang dipresentasikan dalam judul petaka Gunung Tampomas.
“Gunung Tampomas menurut saya merupakan segudang ilmu, dan Sumedang punya perguruan tinggi, ITB, UNPAD dengan keahliannya. Tapi ternyata gunungnya rusak, yang ada sekarang mesin-mesin yang menebar debu,” ujarnya.
“Fenomena ini sudah bertahun-tahun, dan saya jadi saksi Gunung Tampomas dikeruk tiada henti. Disana ada tanah warisan yang belum digali adalah tanah saya. Belum lagi saya melihat sejumlah SD tiap hari per ton lewat, anak anak belajar nya gimana, jangan-jangan diantara mereka cita-citanya ingin gali pasir,” ujarnya lagi.
Selain itu lanjut Prof Agus kondisi di TPS Cibeureum yang ada di kaki Gunung Tampomas juga mengkhawatirkan.
“Saya sebut jalan menuju TPS itu sebagai jalan menuju neraka. Kalau kesana ngeri merasa berdosa kita mau mewariskan apa ke generasi yang akan datang. Bahkan ada menara tegangan tinggi yang juga dikelilingi jurang,” sebut Prof Agus.
Ia berpesan, bila sudah dibaca dan sudah dimengerti akan isi dari novel Petaka Gunung Tampomas. Maka buatlah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) untuk bagaimana merehabilitasi, re-fungsi dan merestorasi Gunung Tampomas sehingga diharapkan Bupati yang baru ini bisa mengerjakan ini.
Tak sampai disitu Prof Agus juga mempertanyakan tentang Sumedang Puser Budaya Sunda.
“Sekarang saya bertanya, dimana letak Puser Budaya Sunda? Apakah membongkar Gunung Tampomas seperti, plus membuang sampah pun di Gunung Tampomas. Itu data dan itu fakta. Saya tidak menuduh siapa-siapa, tapi inilah yang terjadi sampai sekarang dan saya juga menjadi saksi di sana,” tukas Prof Agus.
Dimintai tanggapannya, Radya Anom Karaton Sumedang Larang Rd. Lucky Djohari Soemawilaga mengatakan, buku karya Prof. Dr. Ir. Agus Pakpahan ini merupakan suatu gambaran fakta dan nyata. Yang mana dikatakan Luky, isinya menjadi sebuah tamparan bagi masyarakat Kabupaten Sumedang.
“Bagaimanapun juga Gunung Tampomas ini adalah cerminan muka Sumedang yang di dalamnya penuh dengan nilai sejarah. Nilai budaya dan nilai lingkungan hidup yang saat ini mengalami kerusakan yang sangat parah,” tuturnya.
Untuk itu, lanjut Lucky, harus ada langkah konkret untuk melakukan rekonstruksi Gunung Tampomas untuk lebih baik dan lebih sehat.
Ia pun menyatakan sepakat dengan pernyataan Prof Agus mengenai identitas SPBS yang perlu dipertanyakan. Sebab nyatanya gunung tampomas sebagai simbol yang penuh dengan kebudayaan dan lingkungan hidup kini telah rusak.
“Jadi Sumedang Puseur Budaya Sunda ini harus kita wujudkan yang sesungguhnya, bukan lagi sebatas slogan. Sekali lagi terimakasih Prof. Dr. Ir. Agus Pakpahan yang telah menggugah kami masyarakat Sumedang,” katanya.
Pada kesempatan itu pulaIkopin University dan Karaton Sumedang Larang telah menandatangani Memorandum of Understanding (MoU), yang bertujuan untuk memperkuat kolaborasi antara lembaga pendidikan tinggi dan institusi budaya dalam upaya menjadikan budaya sebagai sumberdaya. (jim)