RADARSUMEDANG.id, KOTA – Debat Publik Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sumedang 2024 yang diselenggarakan di Graha Asia Plaza, Sabtu (2/11/2024), berlangsung cair namun tetap serius. Debat ini mempertemukan empat pasangan calon, yaitu Eni Sumarni – Ridwan Solichin (nomor urut 1), Dony Ahmad Munir – Fajar Aldila (nomor urut 2), Irwansyah Putra – Mustikaningrat (nomor urut 3), dan Hendrik Kurniawan – Luky Djohari Soemawilaga (nomor urut 4).
Mereka saling mengemukakan gagasan mengenai tema “Transformasi Pembangunan Daerah Berkelanjutan, Mandiri, Berdaya Saing, dan Berwawasan Lingkungan Menuju Masyarakat Sumedang Sejahtera.”
Debat semakin menarik ketika pasangan nomor urut 2, Dony-Fajar, dan nomor urut 4, Hendrik-Luky, terlibat dalam perdebatan yang cukup sengit. Sosok Dony sebagai petahana berhadapan langsung dengan Hendrik, kandidat independen, dalam diskusi yang kaya akan gagasan.
Pada sesi saling bertanya, Dony meminta Hendrik untuk menjelaskan strateginya dalam meningkatkan daya saing daerah di berbagai sektor. Menanggapi pertanyaan itu, Hendrik menyebutkan bahwa daya saing Sumedang sangat terkait dengan indeks daya beli masyarakat. Ia menyoroti rendahnya indeks daya beli masyarakat di Sumedang, yang menurutnya menunjukkan rendahnya daya saing daerah.
“Sumedang harus ramah investasi karena selama ini daerah kita dikenal kurang ramah terhadap investor. Perizinan memakan waktu lama, biayanya mahal, dan sering kali tidak selesai dengan baik. Hal-hal ini menghambat daya saing kita. Perlu ada perbaikan dalam pemerintahan untuk menjadikan Sumedang sebagai tujuan investasi,” ujar Hendrik.
Dony pun menanggapi pernyataan tersebut dengan menjelaskan bahwa indikator daya saing daerah meliputi berbagai aspek sosial dan ekonomi, termasuk infrastruktur, sumber daya manusia, dan kemudahan perizinan.
Dony menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan berbagai upaya, seperti meluncurkan aplikasi Si ICE Mandiri dan mengesahkan Perda 2023 tentang pemberian insentif dan kemudahan perizinan.
“Kami juga memiliki Perda tentang kawasan industri Butom yang sedang dalam proses pengembangan,” ungkapnya.
Panelis kemudian memberi kesempatan kepada Hendrik untuk menanggapi kembali. Hendrik tetap teguh pada pendapatnya bahwa peningkatan indeks daya beli masyarakat adalah kunci daya saing daerah. Ia menyoroti potensi perputaran ekonomi yang hilang akibat kurangnya perhatian terhadap pelaku usaha kecil seperti pedagang kaki lima (PKL).
“Contoh yang nyata adalah berapa banyak PKL yang kehilangan kesempatan berjualan di Alun-Alun Sumedang, sehingga perputaran ekonomi sebesar Rp 2,4 miliar per bulan hilang dari Sumedang,” tutur Hendrik.(jim)