Saat Niat Mendidik Berujung Masalah Hukum: Refleksi Dunia Pendidikan, Solusinya Bagaimana?

oleh
AZKIA RAHMA

DALAM dunia pendidikan, guru memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa. Tugas seorang guru tentunya mengajarkan, mengayomi dan mengajak muridnya untuk menjadi lebih baik. Tetapi bagaimana jika niat mendidik justru dianggap salah oleh siswa atau orang tua, hingga berujung dilaporkan ke polisi? Kasus seperti ini semakin sering terjadi di Indonesia.

 

Dalam beberapa bulan ke belakang media dipenuhi dengan berita kasus guru-guru di berbagai daerah di Indonesia yang dilaporkan ke pihak kepolisian, motifnya karena menegur siswa bahkan kesalahpahaman orang tua murid.

 

Miris sekali melihat guru-guru yang dilaporkan padahal sedang melakukan tugasnya sebagai guru. Berikut ini beberapa kasus guru-guru yang dilaporkan ke pihak kepolisian:

 

  1. Supriyani, Guru di Konawe Selatan yang dilaporkan akibat dugaan penganiayaan siswa

Supriyani, seorang guru honorer di SDN 4 Baito, Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara dilaporkan ke polisi pada April 2024 atas dugaan kekerasan terhadap seorang siswa. Peristiwa tersebut diklaim terjadi pada Rabu, 24 April, pukul 10.00 WITA di lingkungan sekolah. Laporan dibuat oleh orang tua korban pada Jumat, 26 April.

 

  1. Masse, Guru SD di Bombana yang dilaporkan akibat salah pukul

Masse, seorang guru di SD Negeri 27 Doule, Bombana, Sulawesi Tenggara dilaporkan ke polisi karena diduga terlibat dalam kasus kekerasan terhadap seorang siswa kelas 5 berinisial RAP. Kejadian ini terjadi pada Rabu pagi, 9 Oktober, di area sekolah. Menurut keterangan Masse, insiden bermula saat ia memeriksa kebersihan ruang kelas dan melihat tong sampah belum dikosongkan. Ia kemudian meminta RAP untuk membuangnya, namun siswa tersebut menolak dengan alasan tidak mampu mengangkat sampah itu sendiri.

Masse kemudian memegang tangan RAP sembari mencari rekannya agar bisa membuang sampah itu bersama-sama. Namun, RAP tetap tidak mau dan melawan. Karena kaget dan terpancing emosi, Masse memegang tangan RAP dan hendak memukul pangkal tangannya. Namun, RAP menghindar dengan menundukkan kepalanya. Akibatnya, pukulan Masse meleset dan mengenai pipi RAP.

Setelah kejadian itu, orang tua RAP berinisial FH langsung datang ke sekolah. Di sana, FH protes kepada Masse karena FH mendapat laporan kepala anaknya dibenturkan ke tembok kemudian dipukul. Merasa bersalah, Masse berupaya menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan. Namun tidak ada titik temu. Bahkan Masse tiba-tiba mendapat panggilan dari penyidik Polres Bombana untuk menghadiri panggilan klarifikasi pada Kamis (17/10).

Kasus ini telah berakhir dengan penyelesaian secara kekeluargaan. Proses mediasi dilakukan langsung oleh aparat kepolisian di Polres Bombana pada Senin (28/10).

 

  1. Zaharman, guru SMA di Bengkulu dipolisikan hingga diketapel usai tegur siswa yang merokok

Zaharman, seorang guru berusia 58 tahun di SMAN 7 Rejang Lebong, Bengkulu menjadi korban kekerasan setelah diketapel oleh seorang pria berinisial A, ayah dari PD, siswa berusia 16 tahun. Insiden ini dipicu oleh ketidakterimaan A terhadap teguran Zaharman kepada anaknya yang dituduh merokok di kantin sekolah. Selain itu, A juga melaporkan Zaharman ke pihak berwajib. Dalam pemeriksaan, PD membantah tuduhan tersebut dan mengklaim bahwa temannya lah yang sebenarnya merokok. Dilansir oleh kumparan bahwa tuduhan Zaharman terhadap PD salah, sebab PD tidak merokok melainkan temannya.

Akibat dikatapel oleh ayah PD, mata Zaharman mengalami kebutaan pada mata sebelah kanan secara permanen. Sementara itu, Ilham Mubdi yakni anak dari Zaharman membenarkan bahwa memang benar ayahnya menendang PD di bagian kakinya. Bukan pada area kepala seperti kabar yang beredar di publik. Menurutnya, hal itu terjadi spontan karena ayahnya terkejut melihat siswanya merokok di kantin sekolah.

Pada Sabtu malam A menyerahkan diri ke pihak kepolisian didampingi oleh istri beserta kerabatnya. Sebelumnya ia sempat bersembunyi dan menghubungi istrinya di rumah, setelah itu ia diyakinkan oleh kerabatnya untuk menyerahkan diri ke pihak kepolisian. Hal ini dikatakan oleh salah satu kerabatnya yang Bernama John pada hari minggu.

 

Beberapa kasus semacam ini menunjukkan perlunya komunikasi yang lebih baik antara pihak sekolah dan orang tua agar tidak ada kesalahpahaman antara kedua belah pihak. Adapun beberapa solusi yang bisa dilakukan adalah:

  1. Membangun pemahaman bersama: Orang tua perlu memahami bahwa disiplin adalah bagian penting dari pendidikan. Begitupun dengan guru, guru juga harus lebih berhati-hati dalam menyampaikan teguran.
  2. Mediasi oleh pihak sekolah: Ketika terjadi konflik, sekolah harus menjadi mediator untuk menyelesaikan masalah secara damai tanpa perlu melibatkan polisi.
  3. Pelatihan Guru: Guru perlu dilatih untuk mengelola konflik dan emosi siswa, sehingga tindakan mendidik tidak disalahartikan.
  4. Edukasi untuk orang tua: Orang tua perlu diberikan pehaman tentang pentingnya bekerja sama dengan guru dalam mendidik anak.

 

Dengan cara seperti itu hubungan antara guru, siswa dan orang tua akan menjadi pondasi yang sangat penting dalam pendidikan. Ketika ketiganya bekerja sama, proses belajar-mengajar akan berjalan dengan baik. Guru mendidik untuk membantu siswa menjadi pribadi yang lebih baik, bukan untuk menghukum. Mari kita jaga hubungan baik dalam pendidikan, agar anak bisa belajar dengan nyaman tanpa merugikan guru yang berdedikasi. (***)

 

Penulis adalah seorang Mahasiswi Jurusan Sastra Inggris di UIN Sunan Gunung Djati-Bandung