Tantangan Akses Pendidikan di Perdesaan

oleh
Diva Gustia

PENDIDIKAN merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan sumber daya manusia. Namun, di Indonesia, terutama di daerah perdesaan, akses pendidikan yang berkualitas masih menjadi tantangan besar. Meskipun pemerintah telah berupaya meningkatkan infrastruktur pendidikan, banyak anak desa yang terjebak dalam ketidakberdayaan untuk mengakses pendidikan yang layak.

 

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2023 menunjukkan bahwa sekitar 5,11% penduduk desa tidak pernah bersekolah, angka yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan 1,93% di perkotaan. Selain itu, sebanyak 31,13% penduduk desa hanya menamatkan pendidikan hingga tingkat Sekolah Dasar (SD), sementara di kota angka ini hanya mencapai 6,62%. Kesenjangan ini mencerminkan tantangan struktural dalam sistem pendidikan yang perlu segera ditangani.

 

Salah satu faktor utama yang menyebabkan rendahnya angka partisipasi pendidikan di desa adalah jarak sekolah yang jauh. Banyak anak harus menempuh perjalanan panjang dan melelahkan untuk mencapai sekolah terdekat. Di beberapa daerah terpencil, anak-anak harus berjalan kaki hingga beberapa kilometer setiap hari dan tidak jarang mereka harus melintasi medan yang sulit. Misalnya, di daerah pegunungan atau hutan, perjalanan menuju sekolah bisa sangat berbahaya dan melelahkan sehingga membuat mereka rentan terhadap kelelahan dan kehilangan semangat untuk belajar.

 

Selain jarak, fasilitas pendidikan di desa sering kali tidak memadai. Banyak sekolah kekurangan tenaga pengajar berkualitas, buku pelajaran dan sarana prasarana yang memadai. Menurut data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), sekitar 40% sekolah dasar di daerah terpencil tidak memiliki perpustakaan dan laboratorium yang memadai.

 

Dukungan orang tua juga memainkan peran penting dalam keberhasilan pendidikan anak. Di banyak desa, orang tua sering kali kurang memahami pentingnya pendidikan bagi masa depan anak-anak mereka. Beberapa orang tua lebih memilih agar anak-anak mereka bekerja membantu ekonomi keluarga daripada melanjutkan sekolah, sehingga kurangnya kesadaran akan manfaat jangka panjang dari pendidikan.

 

Pernikahan dini menjadi masalah serius di kalangan anak-anak perempuan di perdesaan. Menurut data dari UNICEF menunjukkan bahwa sekitar 25% perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. Ketika seorang gadis menikah muda, peluangnya untuk melanjutkan pendidikan hampir hilang karena tanggung jawab baru yang harus dipikul sebagai istri dan ibu.

 

Akses terhadap pendidikan di daerah perdesaan masih menjadi tantangan. Diperlukan solusi untuk menjangkau anak-anak di wilayah terpencil. Salah satunya adalah dengan menyelenggarakan program perpustakaan keliling. Kendaraan seperti mobil atau sepeda motor dapat dilengkapi dengan berbagai bahan bacaan dan alat belajar untuk menjangkau siswa secara langsung.

 

Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di daerah perdesaan dapat mengadakan pelatihan bagi guru dengan melibatkan komunitas lokal melalui forum diskusi dan workshop, memungkinkan mereka untuk berbagi pengetahuan dan keterampilan, belajar dari pengalaman satu sama lain, serta mengembangkan metode pengajaran yang lebih efektif, sehingga menciptakan rasa memiliki terhadap pendidikan di desa dan meningkatkan kualitas pengajaran.

 

Di era digital ini, teknologi memegang peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan. Dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi, kualitas pendidikan di desa-desa terpencil dapat ditingkatkan secara signifikan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menerapkan e-partisipasi warga dengan meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan di kalangan masyarakat perdesaan adalah kunci untuk menjembatani kesenjangan pendidikan, dan ini dapat dilakukan melalui kampanye edukatif seperti pameran pendidikan, kunjungan ke sekolah-sekolah di perkotaan, serta penyediaan informasi yang mudah dipahami melalui media massa dan media sosial, sehingga masyarakat lebih termotivasi untuk memprioritaskan pendidikan anak-anak mereka.

 

Selain itu, mengembangkan program pendidikan non-formal untuk memanfaatkan teknologi internet memungkinkan anak-anak di desa dapat mengakses materi pembelajaran secara online dari rumah dan mengikuti kursus mandiri yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka, sehingga mereka dapat belajar tanpa terikat pada lokasi fisik sekolah yang jauh.

 

Pendidikan yang berkualitas adalah kunci untuk mengembangkan sumber daya manusia yang unggul. Dengan meningkatkan kualitas pendidikan di desa, kita dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah dan mengurangi kesenjangan antara desa dan kota untuk membentuk generasi muda yang berkarakter dan memiliki nilai-nilai luhur.

 

Anak-anak desa yang berpendidikan tinggi akan memiliki peluang yang lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan yang layak dan berkontribusi pada pembangunan daerahnya. Selain itu, pendidikan juga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan.

 

Setiap anak, di mana pun mereka tinggal, berhak atas pendidikan yang berkualitas. Di desa, anak-anak seringkali menghadapi ketidaksetaraan akses pendidikan yang signifikan. Untuk mewujudkan Indonesia yang adil dan maju, kita harus memastikan bahwa setiap anak, tanpa terkecuali, memiliki kesempatan yang sama untuk belajar dan berkembang. Pemerintah, sekolah dan masyarakat harus bekerja sama untuk menghilangkan hambatan-hambatan yang menghalangi anak desa meraih cita-citanya. Dengan begitu, kita dapat melahirkan generasi penerus bangsa yang cerdas, kreatif dan siap menghadapi tantangan zaman. (***)

 

Penulis adalah Mahasiswi Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati-Bandung