PENDIDIKAN dasar merupakan fondasi penting bagi pertumbuhan anak. Di tahap ini, anak diberikan bekal pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai dasar yang membentuk karakter anak di masa depan. Namun, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) seringkali dihadapkan dengan berbagai kendala, salah satunya adalah aturan kaku mengenai penetapan batas usia anak.
Batasan usia dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Sekolah Dasar (SD) sempat memicu adanya kontra dari sebagian orangtua anak yang menganggap bahwa perkembangan anak sangat individual dan tidak dapat dipaksakan untuk dapat masuk kedalam satu kerangka waktu yang sama. Banyak anak yang telah menunjukkan kecerdasan dan kesiapannya di usia mereka yang lebih muda, namun harus tertunda dalam mengeksplorasi potensinya karena adanya batasan usia. Selain itu, peraturan tersebut belum diterapkan secara menyeluruh dan merata di semua sekolah dalam Penerimaan Peserta Didik Baru.
Ketika diterapkannya batasan usia wajib 7 tahun, anak yang berusia kurang dari 7 tahun tidak dapat masuk ke sekolah dasar meskipun hanya kurang 1 atau 2 bulan saja. Sehingga, pilihannya adalah anak menunggu tahun depan untuk dapat lanjut ke sekolah dasar, memasukkan ke sekolah swasta yang biayanya lebih mahal, atau menambah tahun untuk anak tetap berada di Taman Kanak-Kanak. Namun, jika anak kembali menambah tahun di TK, sama saja seperti mengulang pembelajaran yang dimana mereka telah dianggap bisa dan mampu untuk lanjut ke jenjang Sekolah Dasar.
Adapun alasan adanya penetapan usia wajib ini, karena anak yang berusia 7 tahun dianggap sebagai umur ideal untuk anak masuk ke Sekolah Dasar (SD). Secara psikologis, anak yang berusia 7 tahun dianggap sudah memiliki perkembangan kognitif yang lebih matang yang cukup untuk mengikuti pembelajaran dan mampu berpikir logis dalam memecahkan masalah sederhana dibandingkan anak yang berusia dibawah 7 tahun. Selain itu, anak usia 7 tahun dianggap lebih siap dalam berinteraksi dan berkolaborasi bersama teman sebayanya. Namun, perlu diingat bahwa golden age masih menjadi salah satu tolak ukur terpenting bagi sebagian orangtua dalam memberikan pendidikan anak karena dianggap waktu yang pas untuk belajar banyak hal.
Golden age dimulai saat anak berusia 0-6 tahun, yang dimana anak yang berusia 5-6 tahun termasuk ke dalam golden age. Golden age sendiri adalah masa dimana otak anak mengalami perkembangan lebih cepat terutama dalam hal belajar disepanjang hidupnya. Itulah mengapa golden age dianggap sebagai usia yang dirasa cukup untuk anak memulai pendidikannya di sekolah yang formal.
Penetapan Peraturan Usia
Muhadjir Effendy selaku Mantan Menteri Koordinasi Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, mengusulkan kepada Pratikno untuk mengubah usia awal masuk SD menjadi 6 tahun. Menurutnya, saat ini institusi pendidikan sudah lebih merata sehingga memungkinkan usia masuk sekolah anak dapat dipercepat dari mulai usia 6 tahun.
Penetapan usia terdapat dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 51 Tahun 2018: Tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Menengah Kejuruan, dalam pasal 7, bahwa:
(1) Persyaratan calon peserta didik baru kelas 1 (satu) SD berusia: a. 7 (tujuh) tahun; atau b. paling rendah 6 (enam) tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan.
(2) Sekolah wajib menerima peserta didik yang berusia 7 (tujuh) tahun.
(3) Pengecualian syarat usia paling rendah 6 (enam) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yaitu paling rendah 5 (lima) tahun 6 (enam) bulan pada tanggal 1 Juli tahun berjalan yang diperuntukkan bagi calon peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa dan kesiapan psikis yang dibuktikan dengan rekomendasi tertulis dari psikolog profesional.
(4) Dalam hal psikolog profesional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak tersedia, rekomendasi dapat dilakukan oleh dewan guru Sekolah.
Aturan ini menegaskan bahwa, bukan hanya anak yang genap berusia 7 tahun saja yang dapat langsung melanjutkan ke Sekolah Dasar, namun anak berusia 5 tahun 6 bulan juga bisa. Alasan mengapa anak yang berusia 7 tahun diprioritaskan adalah karena anak dengan usia tersebut dianggap lebih siap dan matang secara mental dan logika berpikirnya.
Adapun pertimbangan yang dapat dipertimbangkan dalam penerimaan anak usia dibawah 7 tahun, yaitu adanya perbedaan kematangan dalam individu yang tidak dapat diukur oleh usia, dan potensi setiap anak yang berbeda. Hal ini tentu berdampak positif.
Kelebihan:
- Mengembangkan potensi lebih awal: anak yang memiliki kecerdasan dan minat yang lebih tinggi cenderung dapat lebih cepat dalam mengembangkan potensinya jika mulai sekolah lebih dini.
- Meningkatkan kemampuan bersaing: anak yang memulai pendidikan formal lebih awal cenderung memiliki keunggulan dalam hal akademik dan mampu bersaing disbanding dengan anak yang memulai pendidikan formal dengan usia yang lebig tua.
- Adaptasi lebih cepat: anak akan lebih mudah dan terbiasa beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan rutinas belajar.
- Tempat menemukan teman baru: bagi beberapa anak, sekolah adalah tempat dimana mereka dapat menemukan teman baru dan belajar untuk berkolaborasi bersama.
Kekurangan:
- Belum siap secara kognitif: anak yang berusia dibawah 7 tahun belum sepenuhnya matang untuk mengikuti pembelajaran formal, sehingga dapat menyebabkan kesulitan dalam berkonsentrasi dan memahami konsep abstrak.
- Tekanan psikologis: ketika orangtua memaksakan anaknya untuk memulai pendidikan formal di usia dini saat anak belum siap, hal tersebut membuat anak tertekan dan cemas karena adanya tekanan untuk berprestasi. Telalu fokus dalam berprestasi juga dapat membuat anak mengabaikan kebutuhan bermain dan eksplorasi untuk perkembangan alami mereka.
Namun, meskipun dalam peraturan menegaskan bahwa anak yang berusia dibawah 7 tahun dapat masuk dengan syarat-syarat tertentu, peraturan ini belum secara merata dan menyeluruh diterapkan di semua sekolah. Beberapa sekolah masih mewajibkan hanya anak yang berusia 7 tahun, tidak kurang yang dapat mendaftar. Di beberapa sekolah, masih menerapkan sistem wajib genap 7 tahun bagi anak untuk masuk ke SD, sehingga menimbulkan beberapa perdebatan bagi orangtua yang anaknya berusia kurang 1 atau 2 bulan untuk ke 7 tahun.
Disamping dengan adanya penetapan usia dalam penerimaan ke sekolah dasar yang belum diterapkan secara menyeluruh di semua sekolah, adanya sistem zonasi juga menjadi penghambat untuk anak masuk ke sekolah dasar. Ketika anak ditolak di satu sekolah karena usianya yang belum mencapai 7 tahun, maka pilihan yang tersisa adalah antara mendaftarkan anak ke sekolah swasta yang biayanya lebih mahal atau sekolah negeri yang jaraknya lebih jauh. Namun, ketika mendaftarkan anak ke sekolah negeri yang memang menerima anak dibawah 7 tahun, karena adanya penerapan zonasi, otomatis anak akan tertendang oleh anak yang jarak rumahnya lebih dekat dari sekolah dan anak yang jarak rumahnya lebih dekat akan lebih diprioritaskan.
Hal tersebut tentunya menjadi perdebatan, khususnya dikalangan orangtua yang hendak mendaftarkan anaknya ke Sekolah Dasar. Sehingga satu-satunya solusi adalah memasukkan anak ke sekolah swasta yang biayanya relatif mahal namun tidak memandang usia dan jarak rumah anak dengan sekolah.
Adapun solusi yang dapat dilakukan adalah memastikan bahwa penerapan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 51 Tahun 2018 ini diterapkan secara menyeluruh dan merata oleh semua sekolah. Kedua, pendaftaran dilakukan dengan tes akademik dan kesiapan mental anak oleh guru dan psikologi yang nantinya akan berbentuk surat rekomendasi guru yang dapat dilampirkan dalam pendaftaran sekolah dasar tanpa melihat usia dan jarak rumah anak dengan sekolah sehingga lebih fleksibel dan adil. (***)
Penulis adalah Mahasiswa S1 Prodi Sastra Inggris, Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati-Bandung