RADARSUMEDANG.id, KOTA – Di tengah arus modernisasi, eksistensi ikat kepala tradisional khas Sunda, Totopong, tetap bertahan berkat upaya pelestarian yang dilakukan oleh Muhamad Andi Lesmana (41). Melalui Dapur Budaya Sunda Rancage di Dusun Cibitung, Desa Padasuka, Kecamatan Sumedang Utara, Andi telah menekuni kerajinan Totopong sejak 2016.
“Awalnya, kami ingin mentransformasi iket Sunda yang sering kali dianggap sulit dikenakan. Maka lahir berbagai jenis Totopong yang lebih praktis, tetapi tetap mempertahankan nilai estetika dan filosofinya,” ujar Andi.
Totopong yang diproduksi memiliki berbagai model unik, seperti Mahkuta Wangsa, Totopong Merak Ngibing, Totopong Candra Sumirat, Totopong Buaya Ngangsar, hingga Totopong Bali. Harganya berkisar antara Rp15.000 hingga Rp125.000.
Produk Totopong dari Dapur Budaya Rancage telah menembus pasar luar Jawa Barat, bahkan hingga Palembang. Salah satu karyanya, Totopong Merak Ngibing, terinspirasi dari ikon Kasumedangan, melambangkan ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan.
Dengan mesin jahit bantuan Disperindag pada 2017-2018, Andi bersama timnya terus berinovasi meski masih menghadapi kendala keterbatasan alat. Saat ini, mereka telah memberdayakan tiga hingga empat warga sekitar dalam produksi Totopong.
Totopong produksi Dapur Budaya Rancage telah menarik perhatian banyak tokoh, termasuk Dedi Mulyadi, Herman Suryatman, Ridwan Kamil, Anies Baswedan, Sandiaga Uno, hingga Tito Karnavian. Bahkan, pada 2020, mereka mendapat pesanan khusus 1.000 Totopong dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam waktu seminggu.
Lebih dari sekadar bisnis, Andi berharap Totopong bisa menjadi bagian dari identitas masyarakat Sumedang dan diusulkan sebagai pakaian resmi di sekolah-sekolah melalui kebijakan pemerintah.
“Banyak daerah lain bangga dengan motif mereka sendiri, seperti Mega Mendung dari Cirebon. Sumedang juga punya banyak motif khas yang bisa dikembangkan, dan kami ingin itu menjadi kebanggaan bersama,” katanya.
Ke depan, Dapur Budaya Sunda Rancage juga akan mengembangkan ragam hias khas Sumedang untuk diaplikasikan pada batik dan seragam sekolah.
“Kami berharap pemerintah dapat lebih mendukung pengrajin lokal agar budaya kita tetap lestari dan menjadi kebanggaan generasi mendatang,” tutup Andi.(jim)