RADARSUMEDANG.id, KOTA – Dugaan adanya pungutan liar (pungli) di Pasar Parakanmuncang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, dibantah langsung oleh Kepala UPTD Pasar Parakanmuncang, M. Nasir.
Ia menegaskan, seluruh pungutan yang dilakukan di lingkungan pasar telah sesuai dengan regulasi resmi yang berlaku.
“Saya pastikan tidak ada pungli di Pasar Parakanmuncang. Semua sudah sesuai Perda Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,” ujar Nasir saat ditemui wartawan, Rabu (16/4).
Nasir menjelaskan, tarif retribusi telah ditetapkan secara rinci. Untuk kios, tarif kelas 3 sebesar Rp120 per meter persegi, kelas 2 Rp160, dan kelas 1 Rp200 per meter persegi. Di pasar tersebut tercatat terdapat 234 kios, terdiri dari 192 kios berukuran 2,5 x 2,5 meter dan 42 kios berukuran 2 x 2 meter. Selain itu, ada 150 pedagang non-kios yang menempati los atau berjualan tanpa tempat tetap.
“Retribusi untuk sampah hanya Rp1.000, berlaku untuk semua pedagang, baik yang di kios maupun di los. Seluruh retribusi disetorkan langsung ke kas daerah melalui Bank BJB setiap hari, tidak boleh mengendap,” tegasnya.
Menanggapi polemik terkait pungutan tambahan, Ketua IKWAPA (Ikatan Warga Pasar) Parakanmuncang, Oso Suryana, menjelaskan bahwa pungutan tersebut merupakan hasil musyawarah warga pasar dan bukan termasuk pungli.
“Pungutan yang dilakukan IKWAPA itu berdasarkan AD/ART organisasi dan hasil kesepakatan warga pasar pada 27 Januari 2021. Saat itu, musyawarah dihadiri enam koordinator dari delapan blok pasar,” jelas Oso.
Dalam hasil musyawarah tersebut disepakati bahwa pungutan sebesar Rp2.000 untuk kios dan Rp1.500 untuk pedagang los. Oso menegaskan bahwa sejak diberlakukan pada 2021, tidak ada keberatan dari para pedagang.
“Ini bukan kebijakan baru. Awalnya dimulai dari Rp500 dan naik secara bertahap. Kami hanya meneruskan sistem yang sudah ada dari pengurus sebelumnya,” katanya.
Dana yang dikumpulkan IKWAPA digunakan untuk menggaji 12 petugas linmas masing-masing sebesar Rp600 ribu per bulan, mendanai operasional organisasi, perbaikan fasilitas pasar secara darurat, serta santunan kematian warga pasar.
“Ada juga dana untuk kegiatan keagamaan seperti rajaban, muludan, serta acara nasional seperti HUT RI. Semua itu dikelola dari kas IKWAPA,” tambahnya.
Terkait kondisi pasar yang saat ini dinilai kurang layak, Oso berharap pemerintah daerah bisa membangun kembali pasar menggunakan anggaran dari APBD atau APBN, bukan melalui pihak swasta.
“Kalau swasta, pasti ada sistem DP dan cicilan. Sementara pedagang di sini masih banyak yang punya tanggungan cicilan. Untuk nambah cicilan baru jelas berat, bahkan modal pun mereka sering kesulitan,” tutupnya. (tha)