Asep menyebutkan dengan kondisi mata air atau penduduk menyebutnya sirah cai Cikandung yang memiliki luas 1,8 hektare termasuk hutan lindung di atasnya dan lebar mata air 20 meter. Ditambah mata air ini tidak pernah kering sepanjang tahun, Asep yakin dari pengelolaan Bumdes bisa lebih berkembang lagi.
“Sisi keunikannya ada airnya jernih, segar kalau diminum, keluar dari tempat yang dangkal, pemandangannya pun indah asri dan alami, ada area parkir, tempat bermain, kios-kios, dan warga disini meyakini air ini memiliki khasiat mampu menyembuhkan penyakit,” sebutnya.
Sebagian besar pengunjung menurut Asep ramai berkunjung di akhir pekan. Namun, di hari-hari biasa pun masih ada yang datang berkunjung. “Ada saja sekadar menikmati pemandangan di sini yang terlihat air jernih mengalir, hamparan sawah yang menguning, dan semilir angin sejuk dari hutan, bisa membuat pikiran jadi tenang, rasakan saja,” terangnya lagi.
Selama ini manfaat utama dari Sirah Cai Cikandung adalah sumber aliran air untuk irigasi sawah dari Cikandung sampai ke Tanjungkerta. Bagi masyarakat sekitar Cikandung pun tak sedikit pula yang memanfaatkan air itu sebagai air baku rumah tangga. Tak sedikit pula warga Perumahan Jatihurip yang setiap datang kemarau panjang suka mengambil sedikit air dari mata air ini.
“Ya kami memperbolehkan hanya untuk sekadar mengambil air untuk kebutuhan rumah tangga. Kalau untuk komersil kami tidak ijinkan,” tandas Asep diamini Engkos.
Dari pantauan Radar Sumedang sedikit yang perlu dilengkapi adalah infografis tentang objek wisata tersebut. Pasalnya ‘narasi’ berupa info-info penting tentang suatu objek wisata itu penting. Bisa memampangkan poster dari keunikan mata air itu, letak geografis, sejarah situs jika memang di situ ada situs bersejarah, dan kearifan lokal lainnya termasuk tata tertib di tempat itu.(rik)