Kendala Desa Digital, 20 Persen Desa Masih Blank Spot

oleh
PERESMIAN STOKIS: Anggota DPRD Jabar H Ridwan Solichin (kanan) saat menghadiri acara peresmian stokis HNI di Perum SBG Parakanmuncang Cimanggung baru-baru ini.

RADARSUMEDANG.ID, JATINANGOR–Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat Fraksi PKS, H Ridwan Solichin mengungkapkan tahun ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat menargetkan 141 Desa Digital di Jawa Barat.

Diakuinya arus digital yang terjadi hari ini tidak bisa dihalang-halangi sehingga setiap sektor publik, pribadi sampai sektor ketiga harus melakukan transformasi digital sebagai kebutuhan organisasi.

Pasalnya menurut anggota DPRD Dapil Jabar XI (Sumedang-Majalengka-Subang) ini banyak kemudahan yang bisa didapat oleh semua organisasi termasuk partai politik juga dalam melakukan transformasi digital.

“Saya melihat dari 5312 desa di Jabar, di dapil SMS masih belum ada kesiapan dari sisi sinyal maupun kesiapan pemasangan tower. Karena jangkauan dan medan di setiap desa yang berbeda-beda, sehingga masih banyak desa yang blank spot. Jadi pemerintah provinsi membuat gebrakan yang namanya desa digital,” ujar pria yang karib disapa Kang RinSo, baru-baru ini.

Meski demikian ada juga beberapa desa yang maju, terutama di Kabupaten Sumedang. Bahkan salah satu desa di Kecamatan Tanjungkerta yaitu Desa Sukamantri telah menorehkan prestasi sebagai juara Desa Digital. Sehingga ini membuktikan support Pemprov sangat penting.

“Banyak keuntungan saat desa itu menjadi Desa Digital. Di antaranya dari sisi manajemen pemerintahan desa sudah keren lah ,karena disitu bisa dilihat berapa jumlah penduduk, usia, jenis kelamin itu sudah ada di genggaman. Bahkan lebih canggih lagi ada yang namanya metaverse melalui cara virtual reality dan kita sudah ketinggalan lagi,” ujarnya.

Oleh sebab itu lanjut Kang RinSo, keberhasilan sebuah organisasi salah satunya tergantung dari percepatan dan akselerasi. Kecepatan ini diimplementasikan dalam surat menyurat pelayanan dan sebagainya. “Sumedang juga saya apresiasi dalam hal tanda tangan digital itu sangat luar biasa,” sebutnya.

Selain itu sebuah desa bisa dikatakan digital jika ada inovasi. Yang mana jika desa ingin maju maka harus ada inovasi. Contohnya seperti BUMDes yang maju, hingga pemetaan potensi desa itu sendiri.

“Di Subang saya bikin inovasi Desa Wisata Wisdom atau Wisata Domba, seusai dengan Perda di Jabar Desa Wisata adalah desa yang ada edukasi disitu. Disitulah bagaimana pengelolaan domba yang modern ada pakan sampai pengelolaan susu kambing sampai kotorannya,” terang RinSo.

Terakhir instrumen Desa Digital, sambungnya yaitu sejauh mana pelayanan prima kepada masyarakat. “Kita harapkan Desa Digital harus ada pengaruh dari pelayanan prima yang mudah dan tidak ribet. Jangan sebatas jargon digital tapi pelayanannya masih gitu-gitu saja,” tukasnya.

Kendati demikian untuk mewujudkan Desa Digital di Jabar bukan berarti tanpa kendala. Dukungan anggaran yang memadai juga sangat dibutuhkan sehingga untuk mewujudkan butuh waktu yang cukup lama alias secara bertahap.

Anggota dewan asal Sumedang ini pun mengungkapkan bahwa 20 persen desa di Sumedang masih blank spot sehingga butuh support dari Pemrov Jabar.

Akan tetapi di desa binaannya, ada pihak ketiga yang menawarkan internet murah yang dinamakan BiruDesa Hypermedia.

“Jadi itu akses internet yang disiapkan untuk masyarakat desa yang blank spot. Karena ini tidak menggunakan provider yang sudah ada, tapi ini resmi minimal bisa akses internet dengan mudah dan murah,” katanya.

“Kebutuhan internetnya Rp 170 ribu per bulan, dan nanti dikelola oleh BUMDes dengan kecepatan 10-15 Mbps. Ini baru di Desa Haurgombong Pamulihan karena memang ini juga baru,” tambahnya. (jim)