Mendesak Sekolah Penggerak

oleh
Tasaro GK

Oleh : Tasaro Gk

Penetapan kurikulum pendidikan dan pelaksanaannya kadang seperti bintang yang cahayanya butuh ribuan tahun sampai ke bumi. Belum juga rata dipahami, menteri sudah berganti. Setiap kurikulum baru diperkenalkan, lahir kegelisahan nasional. Mulai dari kritikus yang apreori, guru bingung menafsirkan, orang tua menggerutu karena anaknya mesti ganti buku, dan tentu saja murid yang bimbang menyambut masa depan.

Padahal, kecuali namanya yang berganti-ganti, garis besar kurikulum nasional tidak pernah terlalu berbeda. Jika pun ada yang perlu adaptasi, paling seputar metode dan administrasi. Tak terkecuali Kurikulum Sekolah Penggerak atau Kurikulum Merdeka yang perlahan menggantikan kurikulum 2013.

Prinsip kurikulum Mas Menteri ini, pendidikan di sekolah memungkinkan anak belajar sesuai dengan kebutuhannya. Sejak dulu, kurikulum tujuannya memang begitu. Hanya sering tak terpahami, sehingga penerapannya memancing emosi.

Orang dewasa harus berubah lebih dulu. Baik orangtua maupun guru. Kalau masih berpikir mengajar, ya, begitu, karena sejak dulu contohnya seperti itu, waktunya membaca buku. Sebab, sudah banyak professor, peneliti, ahli, yang memberitahu kita lewat berbagai bacaan. Memberitahu bahwa kita keliru. Keliru bahwa perubahan itu mengesalkan.

Bagi pribadi yang memahami prinsip pendidikan, perubahan kurikulum tidak akan membuat pusing. Sebab, misi utamanya tidak akan berganti. Kompetensi Dasar alias standar anak usia berapa mestinya menguasai apa, tidak akan melompat tinggi. Anak usia 7 tahun tidak akan dianggap tidak kompeten ketika dia gagal memecahkan rumus fisika. Semua pasti sesuai usia. Meski nantinya Kompetensi Dasar berganti nama, esensinya sama saja.

Lalu, apa yang harus berubah?

Metode pembelajaran. Ini yang mesti selalu menyesuaikan perubahan zaman, termasuk karakter generasi yang sedang dididik. Kurikulum membantu seorang pendidik untuk tidak perlu memikirkan semua hal. Dia cukup memastikan metode yang dia sampaikan tidak hanya terserap oleh peserta didik namun juga mestimulasi mereka menjadi pribadi yang selalu ingin tahu dan pandai menemukan jawaban dari pertanyaannya sendiri.

Karena program sekolah penggerak itu baru, dan standar kualitasnya pemerintah yang tahu, maka prosedur sebuah sekolah berlabel Sekolah Penggerak tentu panjang dan berliku. Namun, bagi para pendidik dan penyelenggara sekolah yang berpikir esensi, sekolah mana pun bisa menjadi sekolah penggerak atau bahkan secara prinsip sudah menjadi sekolah penggerak.

Selama sekolah itu mendidik anak secara menyeluruh, mengoptimalisasi kecerdasan manjemuk mereka, bermental  Pancasila, berliterasi baik, dan  rajin berbagi ilmu kepada lembaga sekolah lain bahkan masyarakat umum, sudah, itu artinya sebuah sekolah sudah jadi penggerak. (*)

*)Penulis adalah pendiri Sekolah Alam Bukit Akasia Sumedang, pengajar jurnalistik, penulis buku

No More Posts Available.

No more pages to load.