Pakar Geowisata Sarankan Buat Sistem Peringatan Dini dan Bentuk Kelompok Sadar Bencana  

oleh
Pakar geowisata Deni Sugandi (kiri) yang menyoroti fenomena banjir bandang Citengah beberapa waktu lalu

RADARSUMEDANG.ID, KOTA–Peristiwa banjir bandang Citengah-Cipancar di Kecamatan Sumedang Selatan beberapa waktu lalu mengundang perhatian dari salah seorang pakar Geowisata Indonesia Deni Sugandi yang juga ahli wisata vulkano yang banyak mengetahui tentang sejumlah gunung api di Tatar Sunda.

Deni mengungkapkan bahwa kawasan sekitar hulu Sungai Citengah, berdasarkan dari bentuk bentang alamnya merupakan lembah yang yang diapit oleh perbukitan terjal yang disusun endapan gunung api tua.

Menurutnya kondisi geologi demikian mengakibatkan memiliki kerentanan gerakan tanah dari sedang hingga tinggi. Deni mengutip sumber yakni Peta Zona Kerentanan Gerakan Tanah, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Badan Geologi, KESDM.

“Di peta tersebut menunjukan kawasan lembah sekitar Cibolang-Cijaha dan Peusar, masuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah. Kemudian di sekitar lereng Cijaha masuk ke dalam zona kerentanan tanah tinggi,” ungkap alumnus Unpad ini.

Sebagai pemandu geowisata yang yang memiliki kompetensi dalam menjelaskan tentang fenomena kebumian (mencakup mineral, batuan, fosil, bentang alam, dan proses geologi), lebih jauh Deni menyebutkan bahwa peta tersebut merupakan rekomendasi dari Badan Geologi berdasarkan kondisi lereng, batuan penyusunnya, dan kondisi curah hujan tinggi.

Hasil analisa Deni Sugandi terkait fenomena banjir bandang Citengah yang lebih banyak dipengaruhi faktor bentang alam dan geologi

“Gerakan tanah terjadi di antaranya akibat perubahan tata guna lahan, sehingga kestabilan lereng tersebut terganggu. Bila dicek lebih ke arah hulu, di peta Google Map ditunjukan telah terjadi gerakan tanah (longsor) di beberapa tempat. Dari bentang alam (morfologi). Bila ditarik garis lurus arah Selatan ke Utara, antara titik terbuka di sekitar Pasir Kabuyutan, hinga Desa Ciherang, kurang lebih 500 meter,” bebernya lagi.

Akibat perubahan fungsi hutan itu, lanjut Deni, kemudian menjadi sawah dan perkebunan, yang mengakibatkan air hujan di hulu langsung dialirkan ke badan Citengah. “Kondisi sungai di bagian hulu Citengah, selalu berpotensi terhadap ancaman banjir bandang, yang bisa selalu terjadi pada kondisi curah hujan tinggi,” tandasnya.

Sementara itu Deni merinci dengan detail kondisi sungai di daerah hulu, dicirikan dengan aliran deras, gradien lereng terjal hingga menengah merupakan bukan kawasan yang aman untuk dikembangkan menjadi kawasan wisata.

“Namun, masih perlu penataan ulang, terutama dalam pembangunan yang bersifat bentuk permanen, hingga merekayasa aliran sungai. Pembangunan tersebut harus mengikuti kondisi geologi lokal. Penataan tersebut direkomendasi dari hasil kajian geologi, kemudian pembangunan diawasi oleh pemerintah daerah selaku pemangku kebijakan,” saran Deni.

Deni menyarankan terkait upaya mitigasi bencana berdasarkan perencanaan tata guna ruang, dan lingkungan, perlunya delinasi atau batas kawasan pengembangan wisata berbasis kondisi geologi dan lingkungan.

“Pemantauan Early Warning System (EWS) di hulu sungai, hingga pembentukan kelompok sadar bencana sebagai langkah pengurangan risiko gerakan tanah hingga banjir bandang, termasuk perencanaan pemulihan (recovery),” pungkasnya. (*/rik)