Dia menambahkan, pada masa pandemi Covid-19 tahun 2020 angka PHK sekitar 386.000 orang. Meski tidak setinggi saat pandemi, saat ini lonjakan angka di tahun ini menjadi perhatian serius pemerintah.
Kemenaker juga telah memetakan daerah-daerah dengan angka PHK tertinggi. Jawa Tengah tercatat sebagai provinsi dengan kasus PHK terbanyak, disusul oleh DKI Jakarta dan Riau.
Dari sisi sektor, industri pengolahan menempati urutan teratas, diikuti oleh sektor perdagangan besar dan eceran, serta aktivitas jasa lainnya. Beberapa penyebab utama PHK menurut Kemenaker antara lain adalah kondisi keuangan perusahaan yang memburuk serta relokasi pabrik ke daerah dengan biaya produksi lebih rendah.
Dalam hal ini termasuk upah yang lebih murah. “Ada perusahaan yang merugi,” jelas Yassierli.
Untuk merespons kondisi ini, Kemenaker sedang menyusun pembentukan Satuan Tugas (Satgas) PHK yang akan melibatkan berbagai unsur, termasuk serikat pekerja, pengusaha, kementerian dan lembaga, serta akademisi. Satgas ini, menurut Yassierli, tidak hanya akan menangani PHK di tahap akhir (hilir), tetapi juga berperan dalam mitigasi awal di hulu, seperti menciptakan sistem peringatan dini dan memperkuat daya saing industri nasional.
“Kami ingin Satgas ini juga fokus pada antisipasi, menciptakan kepastian perluasan lapangan kerja, serta menjaga kestabilan sektor-sektor yang berisiko tinggi mengalami PHK,” ungkapnya.
Yassierli menambahkan bahwa pemerintah juga sedang menyiapkan stimulus ekonomi, terutama bagi sektor padat karya, guna meredam potensi PHK lebih lanjut. “Kami terus berkoordinasi lintas kementerian agar kebijakan yang diambil bisa menyeluruh dan tepat sasaran,” katanya.(jpc)