Masih Banyak Wanita Jadi Korban

oleh
FOR RADARSUMEDANG.ID Prof. Dr. Sonny Dewi Judiasih, M.H

RADARSUMEDANG.ID – Hari Perempuan Internasional diperingati setiap tanggal 8 Maret dan bisa menjadi refleksi atas perjuangan hak-hak perempuan. Namun faktanya, masih banyak perempuan yang menjadi korban. Misalnya masih tingginya angka pernikahan dini dengan perempuan sebagai objektifikasinya.

 

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Prof. Dr. Sonny Dewi Judiasih, M.H., menjelaskan, berdasarkan data UNICEF, Indonesia menduduki peringkat ke-8 di dunia dan ke-2 di ASEAN dengan jumlah pernikahan dini terbanyak. UNICEF mencatat bahwa Indonesia berada pada peringkat ke-8 tertinggi dengan angka absolut pengantin anak sebesar 1.459.000 kasus.

 

“Secara nasional, terdapat 11,2% anak perempuan yang menikah di bawah usia 18 tahun, dan 0,5% dari anak perempuan tersebut menikah pada saat mereka berusia 15 tahun,” ungkap Prof. Sonny saat orasi ilmiahnya.

 

Ia menambahkan, praktik perkawinan di bawah umur di Indonesia disebabkan berbagai hal. Mulai dari pengaruh adat, kebiasaan masyarakat, agama, faktor ekonomi, pendidikan rendah, hingga pergaulan remaja yang menyebabkan terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan.

 

“Realita di masyarakat, perkawinan bawah umur di Indonesia banyak dilakukan oleh anak perempuan. Perbandingannya, 1:9 anak perempuan menikah di bawah umur, sedangkan untuk anak laki-laki perbandingannya 1:100,” tambahnya.

 

Di sisi lain, kata ia, pernikahan dini menimbulkan dampak terhadap pendidikan, psikologis, kesehatan, dan sosial. Dampak pendidikan, perempuan yang melakukan pernikahan di bawah umum akan kehilangan kesempatan untuk menempuh pendidikan selanjutnya.

 

“Anak yang sudah melangsungkan perkawinan kerap tidak ternotivasi untuk menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi.  Hal lain disebabkan, anak tersebut terlalu sibuk mengurus rumah tangga sehingga mengesampingkan pendidikannya,” ujarnya.

 

Sementara dampak secara psikologis, anak di bawah umur dianggap belum memiliki emosi dan kematangan berpikir yang stabil. Hal ini akan memicu lahirnya masalah yang akan mengganggu keharmonisan rumah tangga dan memicu stres pada anak perempuan. Di sisi kesehatan, kata Prof. Sonny,

 

“Kehamilan diusia muda akan menyebabkan dampak yang buruk bagi kandungannya berupa infeksi pada kandungan. Risiko kematian ibu dan bayi mengintai anak-anak ketika ia harus hamil atau melahirkan di bawah usia 19 tahun. Selain itu, pernikahan di bawah umur berpotensi pada tingginya tingkat perceraian di kemudian hari. Emosi anak yang belum stabil akan memicu pertengkaran di rumah tangga,” tutupnya. (tha)