RADARSUMEDANG.id – Seruan untuk memboikot produk-produk yang berafiliasi dengan Israel kembali menguat. Duta Besar Republik Islam Iran untuk Indonesia, Mohammad Boroujerdi, menyatakan bahwa tekanan ekonomi dapat menjadi cara paling nyata dan efektif untuk menghentikan agresi militer Israel di kawasan Timur Tengah.
Dalam konferensi pers di kediamannya di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/6), Boroujerdi menegaskan bahwa negara-negara anggota Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) seharusnya tidak hanya berhenti pada kecaman verbal terhadap Israel.
“Negara-negara Islam jangan hanya berhenti di kutukan. Boikot produk Israel bisa menjadi tekanan nyata agar agresi berhenti,” ujarnya.
Boroujerdi menekankan bahwa kekuatan ekonomi Israel merupakan tulang punggung yang menopang operasi militer mereka di Gaza, Lebanon, dan bahkan Iran. Oleh karena itu, pemboikotan, terutama terhadap produk yang berkontribusi terhadap pendapatan negara Israel, bisa menjadi langkah konkret yang memberi dampak langsung.
Tekanan Ekonomi Lebih Efektif dari Kecaman Politik
Menurutnya, selama ini dunia Islam terlalu banyak terjebak dalam pernyataan simbolik yang tidak berdampak nyata di lapangan. Ia menyebutkan bahwa kontrol atas pasokan energi oleh negara-negara Islam seharusnya bisa digunakan sebagai alat negosiasi dan tekanan.
“Selama ini OKI menyepakati banyak deklarasi damai, tapi nihil implementasi. Beda kalau kita bicara kendali atas arus energi atau suplai penting lain. Itu baru tekanan yang nyata,” katanya.
Boroujerdi juga mengkritik sikap pasif dunia internasional yang dinilainya memberi ruang bagi Israel untuk memperluas agresinya. Ia menyebut, jika tidak ada tindakan nyata saat ini, negara-negara Islam lainnya berpotensi menjadi target berikutnya.
Dalam beberapa bulan terakhir, menurut Boroujerdi, Israel melancarkan serangan langsung ke berbagai wilayah di Iran, menghancurkan infrastruktur vital seperti perumahan, pusat transportasi, fasilitas pertahanan, hingga instalasi nuklir. Serangan ini bahkan menewaskan sejumlah tokoh penting, termasuk komandan militer, ilmuwan, hingga warga sipil.
Tak hanya itu, Boroujerdi menuduh Israel juga menyasar kilang minyak dan pusat distribusi energi Iran, dalam upaya melemahkan perekonomian negara yang saat ini tengah menempuh jalur diplomasi dalam negosiasi nuklir.
“Kami ingin menjaga dunia Islam dari kehancuran. Dunia harus tahu, ada harga mahal yang harus dibayar jika menyerang Iran,” tegasnya.
Sebagaimana diketahui, seruan boikot terhadap produk Israel memang bukan hal baru, namun kembali mencuat di tengah konflik yang memburuk di Timur Tengah. Di banyak negara, termasuk Indonesia, kampanye boikot Israel kembali ramai di media sosial dan ruang publik.
Beberapa brand internasional dituding terafiliasi langsung atau tidak langsung dengan ekonomi Israel. Konsumen pun mulai selektif dalam memilih produk, dan sejumlah gerakan masyarakat sipil menyerukan transparansi rantai pasok dan dukungan terhadap Palestina.(jpc)