Kekerasan dan Asusila Anak Tercatat 35 Kasus

oleh

RADARSUMEDANG.ID – Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPA) Sumedang mencatat, sejak bulan Januari hingga Juli tahun 2022 terdapat 35 kasus tindak kekerasan dan asusila terhadap anak di Kabupaten Sumedang.

Menurut Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan dan Anak pada DPPKBPPA Sumedang, Ekki Riswandiyah dari jumlah kasus tersebut, 10 kasus di antaranya terjadi pada bulan Juli ini.

“Berdasarkan laporan yang masuk ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Bidang P3A ada sekitar 35 kasus kekerasan dan asusila terhadap anak di Sumedang. Jumlah itu kami dapat dari laporan yang masuk ke layanan digital kami yaitu Ceu Dudu (Ceurita Dunia Pengaduan),” kata Ekki kepada wartawan, Rabu (13/7).

Adapun upaya yang dilakukan Bidang P3A guna mencegah dan mengendalikan terjadinya peningkatan kasus kekerasan dan asusila terhadap anak tersebut, pihaknya jauh-jauh hari telah melakukan peningkatan kualitas perempuan melalui Sekolah Perempuan (Sekoper Cinta).

“Kita tekankan kepada murid yang tergabung dalam Sekoper Cinta itu, bagaimana mengendalikan supaya tidak terjadi kekerasan terhadap perempuan dan anak,” ujarnya.

Namun demikian, saat terjadi kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, pihaknya akan membagi penanganannya melalui pendampingan yang dilakukan oleh relawan.

“Tapi bila sudah masuk ke ranah hukum, maka akan ada pendamping psikologi baik untuk anak korban dan anak sebagai pelaku oleh P2TP2A. Kemudian dari segi hukumnya kita akan mendampingi korban ke Unit PPA Polres Sumedang. Jadi akan melakukan pendamping bersama P2TP2A, yaitu pendamping psikologi dan pendampingan hukum,” ucapnya.

Ekki juga mengungkapkan masalah klasik yang sering ditemukan oleh Bidang P3A dalam melakukan penanganan tindak asusila adalah pihak orang tua yang cenderung tutup mulut, sehingga tidak bisa menerima kehadiran P3A.

“Ini tentunya membuat kerepotan, makanya kita terus melakukan pendekatan terhadap para keluarga korban agar mau dilakukan pendampingan. Ini sangat penting karena menyangkut psikologi anak, khususnya korban asusila dan kekerasan,” tukasnya.

Saking repotnya, beberapa di antara orang tua korban tindak asusila juga ada yang enggan mengakui. “Ada juga orang tua korban yang tidak mengakui bila anaknya mempunyai perilaku menyimpang, dan menyelesaikan secara kekeluargaan. Tapi tetap kita bujuk dan diarahkan untuk mau diobati dan dibawa ke psikiater, karena dikawatirkan menular ke yang lain,” katanya. (jim)