Komentar untuk KDM tentang Kebijakan Jam Sekolah

oleh

Oleh: Dr. Rony Hidayat Sutisna, S.Sn., M.Pd.

RADARSUMEDANG.id — Komentar sedikit ah tentang KDM dengan berbagai kebijakan yang diterapkan di masa awal jabatan sebagai Gubernur Jawa Barat. Salah satu kebijakan yang sekarang menjadi polemik yaitu tentang penerapan jam kerja dan jam sekolah yang dipajukan menjadi lebih pagi. Pro dan kontra tentu ada, ada yang mendukung dan ada yang kecenderungan menolak. Dan itu seolah menjadi keresahan terutama bagi yang kurang mendukung dengan berbagai alasan, kapan waktunya masak, kapan waktunya sarapan kalau harus sudah berangkat pagi sekali. Sah sah saja bagi masyarakat mengungkapkan ketersetujuan dan ketidaksetujuan, namun kebijakan pimpinan ya harus dilaksanakan. Hanya belum terbiasa saja, nanti juga akan terbiasa. KDM tentu sudah memikirkan baik buruknya pada sebuah kebijakan yang akan dikeluarkan, dan saya yakin tujuan besarnya adalah kebermanfaatan bagi semua. Saya sebagai seorang pengkaji budaya akan mencoba membahas dari sisi lain mengenai kebijakan KDM dalam penerapan jam kerja dan jam sekolah yang lebih pagi ini.

Dalam pengetahuan Parahyang yang saya adopsi sumber literaturnya dari salah satu naskah kuno bernama naskah Parahyang, tergambarkan bahwa ada perhitungan waktu yang berbeda dengan perhitungan Kala Sunda sekarang. Dalam naskah ini jumlah bulan dalam satu tahun itu ada sebelas bulan, dengan jumlah hari yang konstan berjumlah tiga puluh tiga hari pada masing-masing bulan. Jumlah hari dalam satu minggunya yaitu sembilan hari, dan satu harinya terdiri dari duapuluh jam. Mari kita coba fokus ke sistem jam yang dipakai dalam pengetahuan Parahyang ini. Jam ini dinamakan Jam Antara, karena penentuan waktunya bukan berdasarkan letak titik, tapi waktu antara titik dengan titik selanjutnya. Misalkan pada jam Gregorian kita menyebut  ini jam 1, ini jam 2, dan seterusnya, berbeda dengan jam antara yang menyebutkan misalkan waktu sarapan yaitu antara jam 1 dan jam 2, ini hanya ilustrasi saja.

Mari kita lihat gambaran jam antara berikut:

Untuk warna hitam adalah gambaran pada waktu siang yang dikenal dengan istilah ”Wayah”, dan untuk warna kuning adalah gambaran pada waktu malam yang dikenal dengan istilah ”Wanci”. Kita konversikan waktu ”antara” nya ke jam Gregorian.

  1. Wayah Ngalingga tengah hari, patokan bayangan matahari, titik nol jam 12 – 13.12 – sembahyang – ritus
  2. Wayah Ngalinglang 13.12 – 14.24 aktivitas lumampah-bekerja-kembali beraktivitas
  3. Wayah Ngalangen 14.24 – 15.36 aktivitas meresan padamelan
  4. Wayah Nguwéra 15.36 – 16 48 mulang ti padamelan
  5. Wayah Nyamara 16.48 – 18.00 aktivitas masak kadaharan
  6. Wanci Nyuwar 18.00 – 19.12 aktivitas menyalakan lampu penerangan – damar
  7. Wanci Meujit 19.12 – 20.24 aktivitas makan malam
  8. Wanci Ngawakan 20.24 0 2 36 aktivitas olahraga ringan, tidak boleh tidur setelah makan. Oesik silat, beberes peuting.
  9. Wanci Rumenghap 21.36 – 22 48 aktivitas ngareureuh-istirahat
  10. Wanci Galih (galih wanci) 22.48 – 00 (24) aktivitas ritus ngawening (grounding) ngecagkeun sakabeh beban pikiran.
  11. Wanci Ngahening 00.00 – 01.12 aktivitas istirahat-tidur-merenung-menekung
  12. Wanci Lumingga (manunggal) 01.12 – 02 24 aktivitas hubungan suami istri – tahajud manunggaling kaula gusti – manunggaling kaula istri
  13. Wanci Ngalagena 02.24 – 03.36 aktivitas tidur kembali
  14. Wanci Narangtang 03.36 – 04 48 aktivitas bersiap aktivitas subuh (mandi)
  15. Wanci Miruha 04.48 – 06.00 aktivitas masak, menyalakan api
  16. Wayah Sinawang 06.00 – 07.12 aktivitas mapag balebat-melihat fajar
  17. Wayah Ngandaran 07.12 – 08.24 aktivitas makan pagi (sarapan)
  18. Wayah Ngawelah 08.24 – 09.36 aktivitas olahraga, oesik,
  19. Wayah Rumenghap 09.36 – 10.48 istirahat, olah nafas
  20. Wayah Sanggawayah 10.48 – 12.00 aktivitas ngawening-menekung

Kalau melihat data perbandingan waktu diatas, kita bisa melihat bahwa aktivitas pagi hari yang dimulai pada pukul 03.36 itu sudah diberikan gambaran yang jelas, kapan harus bangun tidur, kapan harus masak, kapan harus memulai aktivitas, dan kapan harus sarapan. Dan ini adalah sebuah pola yang mungkin akan berdampak pada kesehatan dan kualitas hidup yang lebih baik.

Kita bahas kebijakan KDM tentang waktu kerja dan waktu sekolah yang digeser lebih pagi ke pukul 06.30 dari yang sebelumnya pukul 07.30. Kalau diperbandingkan dengan waktu Parahyang pada Jam Antara, kebijakan KDM ini sudah menunjukan ketepatan waktu untuk memulai aktivitas setelah matahari terbit. Pada Jam Antara, antara pukul 06.00 sampai dengan pukul 07.12 adalah Wayah Sinawang yaitu aktivitas mapag balebat. Pengertian dari mapag balebat ini bukan hanya sebatas menyambut fajar dengan cara melihat, namun kita sudah harus memulai perjalanan aktivitas. Pukul 06.00 harus sudah menjadi patokan berangkat ke pekerjaan, ke sekolah, atau aktivitas lainnya. Maka, 30 menit kemudian pada pukul 06.30 sudah menjalankan aktivitas kerja atau belajar di sekolah. Memang perlu penyesuaian diperjalanan untuk tidak terjebak macet bagi yang di wilayah perkotaan, untuk yang di wilayah pedesaan mungkin bukan menjadi masalah. Dengan demikian, menurut saya pribadi tentang kebijakan KDM dalam menggeser awal waktu kerja dan waktu pembelajaran di sekolah pukul 06.30 adalah tepat. Namun harus ada kebijakan tambahan yang disesuaikan pada waktu selanjutnya setelah Wanci Sinawang yaitu Wanci Ngandaran atau aktivitas sarapan pagi yang waktunya antara pukul 07.12 sampai dengan pukul 08.24. Khusus untuk pembelajaran di sekolah, mungkin harus ada penyesuaian jadwal pelajaran dengan Wanci Ngandaran . Contoh misalkan, pembelajaran dimulai pukul 06.30 dimulai dengan kegiatan-kegiatan penguatan karakter siswa, tidak langsung membahas pada materi pelajaran. Setelahnya masuk pada Wanci Ngandaran, siswa melaksanakan sarapan bersama di sekolah. Ini mungkin bisa disesuaikan dengan kebijakan Presiden RI Sekarang tentang program makanan bergizi untuk siswa sekolah. Baru setelah sarapan, pembelajaran ke materi ajar diberikan sesuai jadwal mata pelajaran.

Oh ya, membahas Wanci Ngandaran adalah istilah yang dipakai untuk nama tempat terkenal di Jawa Barat yaitu Pangandaran. Istilah Pangandaran berasal dari kata Pa yang berarti tempat dan Ngandaran yang berarti sarapan. Kata Pa ini banyak digunakan dalam kosakata bahasa Sunda yang menunjukan arti tempat seperti Pamoyanan artinya tempat moyan atau berjemur, Pamandian artinya tempat mandi, dan banyak lagi contohnya. Istilah Pangandaran pun ya berarti tempat sarapan, namun tempat sarapannya siapa? Kita bisa melihat beberapa referensi tentang sejarah Kerajaan Pananjung dan cerita Nyai Ronggeng yang menggambarkan bahwa lokasi yang dikenal dengan nama Pangandaran ini, dahulunya adalah sebuah pelabuhan yang sering disinggahi oleh Bajo atau Bajak Laut. Pangandaran ini adalah tempat sarapannya para Bajo ini. (*)

*) Budayawan, Pengasuh Sakola Budaya Sunda Sumedang “Kala Cakra”

 

No More Posts Available.

No more pages to load.