Akademisi Nilai Dominasi TKA China Picu Kekhawatiran di Tengah Investasi RRC

oleh
Ekonom Universitas Paramadina Muhammad Iksan menyampaikan presentasi dalam seminar bertajuk “Tenaga Kerja Asing dan Hubungan Indonesia China”di Jakarta. Foto: dok. FSI
RADARSUMEDANG.id – Kehadiran Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Republik Rakyat China (RRC) masih menjadi isu strategis dalam hubungan bilateral Indonesia-RRC yang tahun ini memasuki usia ke-75.

Isu ini menjadi bahasan utama dalam seminar “Tenaga Kerja Asing dan Hubungan Indonesia-China” yang digelar Paramadina Public Policy Institute (PPPI) bersama Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta, Senin (5/5).

Managing Director PPPI Ahmad Khoirul Umam mengatakan, fenomena meningkatnya jumlah TKA asal China patut mendapat perhatian serius.

“Topik ini bukan hanya penting bagi masyarakat Indonesia, tetapi juga menjadi perhatian di Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin,” ujarnya.

Dia menyoroti tren peningkatan persentase TKA China yang lebih dominan dibandingkan TKA dari negara lain.

Menurut Umam, pemerintah harus mendorong pemberdayaan tenaga lokal dan memastikan terjadinya alih teknologi dari pekerja asing.

“Diskusi ini tidak boleh berhenti pada aspek kehadiran TKA, tapi harus menjadi upaya mendorong agar transfer teknologi dari China benar-benar terlaksana,” tegasnya.

Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) sekaligus dosen UPH, Johanes Herlijanto, menilai kehadiran TKA China sebagai bagian dari fenomena “migran baru” asal RRC.

Isu TKA China dinilai jadi tantangan serius

“Berbeda dari migran lama yang telah berakar di masyarakat, migran baru ini datang melalui proyek-proyek investasi dan masih memegang kewarganegaraan RRC,” jelasnya.

Johanes juga mencermati perubahan persepsi publik terhadap TKA China. Pada pertengahan 2000-an, mereka dianggap inspiratif karena disiplin kerja, tetapi sejak 2015, muncul kekhawatiran soal jumlah mereka, persaingan kerja, dan legalitas.

Dia menambahkan bahwa beberapa TKA China diduga bekerja dengan visa tidak sesuai dan keluar-masuk Indonesia secara tidak terpantau. “Mereka menjalankan pola ‘easy come, easy go’,” imbuhnya.

Staf Ahli Kementerian Hukum dan HAM, Anggiat Napitupulu, mengatakan bahwa regulasi perizinan TKA kini lebih sederhana sejak berlakunya UU Cipta Kerja.

“Visa dan izin tinggal bisa diperoleh lebih cepat, tapi fokus investasi China juga mulai berubah ke arah yang lebih strategis, seperti teknologi dan ekonomi digital,” ujarnya.

Sub Koordinator RPTKA Kementerian Ketenagakerjaan, Ali Chaidar Zamani, mengungkapkan bahwa sepanjang 2024 telah diterbitkan lebih dari 101 ribu RPTKA.

“Ini baru sebatas perizinan kerja, belum tentu semuanya masuk sebagai TKA aktif,” katanya.

Dia menambahkan, banyak proyek menggunakan TKA karena sifat proyek serah kunci dan kebutuhan akan keahlian berbasis teknologi asal China.

Ekonom Universitas Paramadina, Muhammad Iksan, menilai TKA China akan tetap hadir selama Indonesia menjadi tujuan utama investasi RRC.

“Pemerintah harus memperkuat pengawasan izin kerja dan mempercepat alih teknologi agar dominasi TKA bisa ditekan,” ujarnya. (jlo/jpnn)