Menteri PKP Maruarar Sirait Tarik Usulan Rumah Subsidi 14 Meter, Akan Tawarkan Solusi Alternatif

oleh
Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait. (Ilham Wancoko/Jawa Pos)

RADARSUMEDANG.id, JATINANGOR – Wacana pembangunan rumah subsidi seluas 14 meter persegi yang sempat digulirkan Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) resmi dibatalkan. Menteri PKP, Maruarar Sirait, menegaskan bahwa kebijakan yang tidak mendapat dukungan masyarakat tidak boleh dipaksakan.

“Itu baru sebatas draf. Kalau responsnya negatif, ya kita harus sportif. Tidak bisa memaksakan sesuatu yang tidak sesuai harapan rakyat,” ujar Maruarar saat ditemui di Jatinangor, belum lama ini.

Ia mengakui, meski niatnya baik untuk menyediakan hunian terjangkau di kawasan perkotaan, pendekatan terhadap masyarakat harus tetap mengedepankan dialog dan pertimbangan sosial.

“Yang sempurna itu Tuhan. Kita harus introspeksi. Saya ingin membangun tradisi baru dalam pengambilan kebijakan. Draf itu belum tentu jadi keputusan,” katanya.

Usulan rumah mungil 14 meter persegi awalnya digagas sebagai solusi keterbatasan lahan dan mahalnya harga tanah di kota besar. Namun, muncul banyak masukan dari masyarakat dan pengamat yang mengkhawatirkan aspek kenyamanan, kesehatan, dan sosial dari konsep tersebut.

Sebagai alternatif, Kementerian PKP kini membuka opsi lain seperti pembangunan rumah susun yang dinilai lebih sesuai untuk perkotaan.

“Kita lihat lagi respons pasar. Memang sulit kalau langsung 60 meter di tengah kota karena harga tanah mahal. Makanya kita cari solusi yang realistis dan bisa diterima masyarakat,” jelasnya.

Maruarar juga menyampaikan, tahun ini pemerintah menetapkan target pembangunan rumah subsidi terbesar dalam sejarah, yakni 350 ribu unit, dengan kemungkinan penambahan hingga 90 ribu unit.

“Ini bukti bahwa Presiden Prabowo sangat pro-rakyat. Pembangunan rumah subsidi menjadi prioritas,” tegasnya.

Ia juga mengapresiasi kebijakan Presiden Prabowo yang mempermudah akses masyarakat berpenghasilan rendah terhadap hunian layak. Di antaranya, pembebasan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 5 persen di sejumlah daerah seperti Sumedang, yang kini telah digratiskan untuk warga berpenghasilan rendah.

Selain itu, perubahan sistem dari Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) juga ikut mempermudah masyarakat.
“Dulu IMB bayar, sekarang PBG gratis. Ini keberpihakan nyata pemerintah pada rakyat kecil,” tutup Maruarar. (tha)