RADARSUMEDANG.ID, KOTA — Pengamat kebijakan publik dan praktisi pemilu, Rafih Sri Wulandari S.Ip, M.Si., memberikan pandangannya kepada keempat pasangan calon bupati dan wakil bupati Sumedang untuk pilkada 2024.
Dosen Universitas Langlangbuana Bandung ini menilai, bahwa banyak pertanyaan yang cukup berat yang dibedah oleh pasangan calon (paslon) banyak yang belum terjawab sehingga belum sesuai yang diharapkan.
“Kalau boleh, dari perspektif akademisi siapa yang unggul itu paslon nomor 2 dan 4 lumayan cukup bagus. Nomor 1 agak keluar konteks dan nomor 3 kurang seimbang antara calon bupati dan wakilnya,” kata Rafih kepada Radar Sumedang usai debat di Graha Asia Plaza Sumedang, Sabtu 2 November 2024.
Meski demikian lanjut Rafih, ke depan di debat kedua yang temanya merupakan reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan. Dirinya meyakini keempat paslon akan lebih menguasai dibanding dengan tema sektor ekonomi, energi sumberdaya alam dan kebudayaan.
“Banyak masalah berat yang kurang bisa mereka olah sehingga di debat yang kedua, nanti kita bisa menilai kemampuan mereka. Tema besar debat ini harus related dengan visi mereka,” ujarnya.
Selain itu lanjut Rafih, dirinya melihat meskipun salah satu kandidat paslon merupakan petahana. Namun secara akademis, jawaban yang disampaikan pada debat masih belum sesuai harapan.
“Untuk paslon nomor 2 kalau misalkan tidak menguasai itu, memiliki tantangan tersendiri. Saya melihat debat yang di Sumedang cukup cair sehingga kualitasnya bisa kita ukur. Tapi kalau boleh, saya apresiasi nomor 4 seimbang antara bupati dan wakilnya terkait penguasaan debat,” sebut Rafih.
Lebih lanjut dirinya menyampaikan apresiasi kepada pihak penyelenggara kemudian panelis dan tim perumus yang sudah mensukseskan. Terlebih debat di Sumedang tidak ditemukan tendensi negatif kendati suasananya cukup hangat.
“Intinya semua paslon menjawab secara substantif dan setidaknya kita dapat melihat dan mengukur setiap paslon untuk bisa menjadi tawaran kepada masyarakat. Apakah mereka layak dipilih atau tidak, karena bisa saja sebelumnya ada yang punya elektabilitas tinggi tapi ketika debat justru malah turun atau mungkin sebaliknya. Bagi saya momen debat ini harus menjadi salah satu ukuran bagi masyarakat maupun paslon bagaimana strategi yang dibuat bisa meyakinkan masyarakat,” pungkas Rafih. (jim)