RADARSUMEDANG.ID – Pemerintah Desa Jatiroke, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang berkerjasama Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (Unpad) menyelenggarakan diskusi dan pelatihan peningkatan kapasitas ketahanan pangan melalui diseminasi teknologi hidroponik bertempat di Aula Desa Jatiroke Kecamatan Jatinangor.
Kepala Desa (Kades) Jatiroke, Ulan Ruslan mengatakan, diskusi tersebut sangat diharapkan warga untuk meningkatkan pengetahuan teknologi hidroponik. “Kami merasa senang dan antusias untuk bertani secara hidroponik. Kami berharap dari pelatihan ini dapat meningkatkan wawasan masyarakat terkait dengan teknologi hidroponik guna peningkatan kualitas, kuantitas dan kontinyuitas hasil panen,” ujarnya.
Staf dosen Faperta Unpad yang juga narasumber Dr. Rahmat Budiarto, SP., M.Si. mengatakan, teknologi hidroponik dikenalkan sebagai solusi budidaya tanaman yang kini tengah digrandungi petani milenial, memiliki citra yang baik karena identik dengan gaya hidup modern dan dapat diterapkan di lahan terbatas, dengan menggunakan media tumbuh air maupun media non tanah, seperti arang sekam dan cocopeat.
“Hidroponik umumnya digunakan untuk tanaman sayuran daun, seperti selada, seledri, dan bayam. Namun dapat pula dikembangkan untuk tanaman buah dan sayuran buah, seperti melon, tomat dan mentimun. Sama seperti budidaya tanaman pada umumnya, budidaya secara hidroponik tetap mengacu pada 5 aspek sebagai kebutuhan utama tanaman yakni cahaya, oksigen, air, nutrisi, dan penyangga (buffer),” ujarnya.
Ia menambahkann, dalam sistem hidroponik cahaya dan oksigen didapatkan dari lingkungan tumbuh sekitar, sedangkan air, nutrisi dan penyangga perlu disediakan oleh petani. Air dan nutrisi umumnya disediakan dengan teknik fertigasi, menggunakan larutan AB-mix ke dalam wadah tumbuh tanaman. Penyangga disediakan dalam bentuk net pot dan pipa untuk kasus budidaya sayuran, sedangkan kasus budidaya buah memerlukan penyangga dalam bentuk media non tanah dan ajir.
“Pada praktiknya, budidaya secara hidroponik sudah banyak mengalami perkembangan, dan kini dapat ditemukan dengan model yang beragam, seperti NFT, DFT, Aeroponik, hingga Aquaponik. NFT, atau singkatan dari Nutrient Film Technique merupakan budidaya hidroponik dengan menggunakan lapisan air tipis (3 mm) dengan keunggulan berupa hemat air dan hemat pupuk, serta cocok untuk tanaman sayuran bernilai ekonomis tinggi, seperti selada salad dan seledri (Gambar 2),” katanya.
Menurutnya, DFT merupakan singkatan d ari Deep Floating Technique merupakan budidaya hidroponik dengan menggunakan lapisan air tebal, sehingga seluruh akar tanaman terendam larutan nutrisi. Aeroponik merupakan teknik budidaya hidroponik dengan menggunakan media udara kabut, sedangkan Aquaponik adalah penggabungan dari hidroponik dengan aquakultur, seperti teknik Budikdamber (Budidaya Ikan dalam Ember) yang cukup populer dewasa ini, melibatkan ikan lele dan sayuran kangkung dan bayam.
“Contoh budidaya tanaman selada (atas) dan seledri (bawah) menggunakan sistem nutrient film technique (NFT). pelatihan disampaikan secara santai namun tetap serius, sehingga para peserta tidak merasa jenuh dan aktif berdiskusi, Kegiatan ini dilaksanakan bernuansa kekeluargaan, menjadikan peserta mudah mengerti sehingga dapat menambah wawasan pengetahuan dan wawasan dalam hal bertani secara hidroponik,” tambahnya. (tha)