RADARSUMEDANG.ID – Tradisi pembuatan Bubur suro rupanya masih dilestarikan di salah satu desa di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Sumedang.
Itu terungkap dalam hajat lembur dan bubur Sura di Dusun Cibalamoha, Desa Cisarua, Kecamatan Cisarua pada Kamis (18/8) malam kemarin.
Pembuatan Bubur tradisional ini pun tergolong panjang, karena dibuat oleh warga secara gotong-royong sejak pagi sampai malam hari.
Bupati Sumedang H. Dony Ahmad Munir pun penasaran dengan pembuatan Bubur suro ini.
Bahan baku yang dimasak adalah beras, kacang tanah, santan direbus dan diaduk secara terus menerus hingga tercampur rata.
Ia menyampaikan apresiasi warga Cibalamoha yang sampai saat ini masih terus melestarikan tradisi hajat lembur dan bubur sura.
Tradisi seperti ini merupakan bagian dari pondasi dalam upaya membangun Sumedang dalam mewujudkan visi dan misi Sumedang Simpati. Kita punya kewajiban melestarikan nilai-nilai budaya lama yang baik dan menggali nilai nilai budaya baru yang lebih baik,” kata Bupati Dony.
Selain itu lanjut Dony, tradisi ini juga sarat akan nilai nilai luhur seperti kegotong-royongan, guyub, saling menolong yang sangat relevan dengan nilai nilai puseur budaya Sunda.
Ia meminta kepada warga masyaralat Cibalamoha untuk menjaga nilai-nilai tersebut sebagai modal utama pembangunan.
“Saya lihat warga disini guyub, gotong royong. Kalau masyarakat kompak apa yang kita inginkan bisa terwujud. Pertahankan kekompakan supaya Cisarua bisa maju,” ujarnya.
Sementara Camat Cisarua, Eneng Yulia menyebutkan, warga setempat terus menjaga tradisi tersebut agar tidak hilang. Sebab menurutnya budaya ini penuh makna dan mengandung filosofi baik. Antara lain mempererat silaturahmi, mendoakan alam dan seisinya, khususnya untuk keselamatan dan kesejahteraan warga.
Bubur suro ini lanjut Eneng, dibuat secara gotong royong dan swadaya oleh masyarakat, baik biaya maupun proses pembuatannya.
“Sajian ini sudah menjadi tradisi masyarakat setempat setiap kali memasuki perayaan tahun baru Islam dan hasilnya, akan dibagikan kepada masyarakat. Masyarakat bergotong-royong membuat bubur suro lalu di doakan dan dimakan bersama. Ini dilakukan untuk melestarikan warisan leluhur sekaligus wujud syukur kepada yang maha kuasa,” katanya. (jim)