Anomali Generasi Storberi

oleh

Oleh: Tasaro GK

Anda sedang memasuki dekade penuh dengan perasaan moody, depresi, insecure, overthinking, dan Anda mulai butuh untuk healing.Anda setiap hari menemukan kata-kata itu di media sosial, curhatan teman, atau sekadar sebuah catatan tanpa nama. Tiba-tiba abad yang menarik karena berlimpah penemuan baru ini menjadi penuh sesak,  kelabu, penuh beban, tanpa harapan.

Ya, dunia sedang disesaki oleh generasi baru yang sangat menarik. Generasi Z, para anak Generasi X, adik-adik, rekan kerja, junior generasi Y alias Milenial. Jadi jika orang masih menyebut generasi muda saat ini adalah milenial, itu harus diluruskan. Anak-anak muda yang sedang seru-serunya. Angkatan baru di berbagai bidang profesi, mereka yang menguasai teknologi informasi, pencipta perusaan start up, yang mendominasi profesi pencipta konten, para selebritas, hingga si rambut capek, adalah para Gen Z.

Mereka jadi barometer tren, sorotan kamera. Mereka yang kemudian oleh para pengamat kemudian dirasa cocok menyandang Gelar Generasi Stroberi. Generasi yang lahir dari para pekerja keras, Generasi X, kemudian tumbuh dalam banyak kemapanan. Fasilitas yang lebih baik, sehingga mereka bisa bereksplorasi melakukan temuan dan percepatan. Mereka eksotik, penuh warna, manis, seperti stroberi.

Namun, pada sisi lain, mereka rapuh, mudah hancur, gampang kecewa. Itulah yang kita saksikan saat ini. Apakah semua generasi Z adalah stoberi? Tentu saja selalu ada anomali. Namun, setiap generasi memang bertumbuh dengan karakternya sendiri. Itu dikondisikan oleh kadaan sosial, ekonomi, lagu yang sedang hits, bacaan, permainan.

Tahun 80-90-an, ada lagu cengeng, namun arus utamanya adalah rock. Bahkan dangdut pun menjadi rock dangdut, pop menjadi rock pop. Suara lembut Nike Ardilla, Anggun, Conny Dio, Poppy Mercury,  bahkan Nini Karlina dipaksa serak melengking, agar pas dijuluki Lady Rocker. Supaya Nicky Astria tidak sendirian. Penyayi pria apalagi. Semua band, penyanyi solo, rata-rata suaranya beroktaf-oktaf. Lagu cintanya tidak mendayu-dayu. Liriknya memberi kekuatan.

Bacaan anak mudanya Catatan Si Boy, Balada Si Roy, Lupus, yang muda, tangguh, pacaran tapi soleh. Film-filmnya pun tak beda. Dekade kejayaan film nasional. Sampai Brama dan Mantili pun disesaki penonton. Sundel bolong pun tetap memberi nasihat kebaikan. Generasi yang lahir dan bertumbuh dekade itu terpapar oleh optimisme, semangat kerja keras, kepahlawanan. Negatifnya tetap ada. Tapi itu anomali.

Anomali Generasi Stroberi justru sebaliknya. Agar tidak ikut arus mereka yang gemar mendiagnosis diri sendiri dengan masalah kesehatan mental, supaya tidak terlalu lunak pada masalah, agar tidak lena dengan ketidakpekaan etika, ya, harus jadi anomali. Agar segala potensi hebat generasi ini memperoleh kejayaan.(*)

*)Penulis adalah pendiri Sekolah Alam Bukit Akasia Sumedang, pengajar jurnalistik, penulis buku

No More Posts Available.

No more pages to load.