PERAN NUTRISI BAGI PERFORMANCE ATLET

oleh
Dr. Subarna, M.Pd.,AIFO

NUTRISI merupakan salah satu faktor yang sangat berperan dalam peningkatan prestasi atlet, karena proses latihan sangat berhubungan dengan proses pemasukan energi. Artinya, semakin tinggi intensitas dan durasi yang dilakukan seorang atlet, maka semakin besar energi yang dibutuhkan.

 

Lantas dari manakah energi tersebut? Energi diperoleh dari makanan yang digolongkan dalam makronutrisi dan mikronutrisi. Makronutrisi terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat merupakan sumber energi utama berupa ATP. Karbohidrat dalam tubuh berupa glukosa dan glikogen. Glikogen merupakan glukosa yang disimpan dalam hati atau otot.

 

Selama awal olahraga, sember energi yang digunakan adalah glukosa darah, selanjutnya tubuh menggunakan glikogen dalam otot atau hati. Penyimpanan yang banyak glikogen dalam tubuh memiliki dampak pada performance dan mencegah terjadinya kelelahan. Oleh karena itu, sumber karbohidrat penting dalam performance seorang atlet.

 

Pemberian karbohidrat pada atlet bertujuan untuk mengisi kembali simpanan glikogen dalam otot dan hati yang telah dipakai oleh kontraksi otot. Porsi karbohidrat yang diberikan sebesar 60‐70% dari total energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6‐10 gram karbohidrat/kgBB/hari.

 

Selain pemberian karbohidrat yang bertujuan untuk mengisi kembali simpanan glikogen yang telah terpakai oleh kontraksi otot selama berolahraga, pemberian karbohidrat juga dapat digunakan untuk persiapan pertandingan yang dikenal dengan istilah glikogen atau karbohidrat loading. Diharapkan dengan menyimpan glikogen yang besar dapat memberikan dampak pada penundaan kelelahan (hitting the wall) dan dapat mencegah hipoglikemia (Bonking).

 

Karbohidrat loading dilakukan dengan menghilangkan fase latihan yang berat serta pembatasan karbohidrat. Enam hari sebelum pertandingan, diberikan makanan dengan tinggi karbohidrat (70% dari total energi) diikuti dengan jadwal latihan yang sedang selama 3 hari, dilanjutkan 3 hari dengan latihan ringan.

 

Kenaikan konsentrasi glikogen otot diperoleh sebesar 130‐205mmol/kgBB. Atlet dan pelatih perlu memperhatikan kebutuhan latihan dan diet untuk memaksimalkan karbohidrat loading. Sementara kadar glikogen dapat ditingkatkan dalam waktu 24 jam dengan diet tinggi karbohidrat (7‐10g/kgBB atau 70%‐85% dari total energi), diperlukan waktu 3‐5 hari untuk mencapai kadar yang maksimal. Tiga hari diet tinggi karbohidrat umumnya dirasakan cukup untuk pertandingan.

 

Selanjutnya lemak. Lemak merupakan zat gizi penghasil energi terbesar, yaitu dua kali lebih besar dibandingkan dengan energi yang dihasilkan oleh karbohidrat. Namun demikian, lemak tidak ekonomis karena lebih banyak membutuhkan oksigen dalam metabolismenya.

 

Olahraga endurance (intesitas rendah dan durasi panjang) memerlukan lemak sebagai sumber energinya. Walaupun atlet olahraga endurance menggunakan energi yang berasal dari lemak, tetap konsumsi lemak tidak secara berlebihan. Porsi lemak yang diberikan sebesar 20‐25% dari total energi.

 

Lemak dalam makanan berasal dari tumbuhan dan hewan. Lemak tumbuhan biasanya bersifat cair seperti minyak kelapa. Sedangkan lemak hewan berbentuk padat seperti keju.

 

Kemudian yang terakhir Protein. Meskipun protein ini tidak merupakan substrat penghasil energi yang bermakna selama berolahraga. Karena hanya 5% dari yang digunakan berasal dari protein. Akan tetapi protein digunakan oleh tubuh sebagai zat pembangun komponen dan struktur jaringan tubuh yang rusak serta protein berperan dalam pembentukan enzim, hormon, neurotransmiter dan antibodi.

 

Kebutuhan protein dalam makanan sebanyak 10‐15% dari total energi atau sebesar 1g/KgBB/hari, dengan perbandingan protein hewani dan nabati sebesar 1:1.

 

Selanjutnya penulis akan mencoba memaparkan mikronutrisi yang terdiri dari vitamin, mineral dan air. Meskipun vitamin, mineral dan air tidak menghasilkan energy, akan tetapi membantu proses dalam metabolisme untuk menghasilkan energi.

 

Vitamin adalah senyawa kimia sangat esensial dibutuhkan tubuh walaupun dalam jumlah yang sangat kecil tetapi penting untuk pemeliharaan kesehatan dan pertumbuhan normal. Ada tidaknya vitamin dalam tubuh sangat menentukan normal tidaknya di dalam tubuh, sehingga harus masuk ke dalam tubuh sudah dalam bentuk jadi dari bahan makanan. Vitamin terbagi dalam 2 golongan yaitu: (a) Vitamin yang larut dalam lemak yaitu A, D, E, dan K. (b) Vitamin yang larut dalam air yaitu vitamin C dan vitamin yang termasuk dalam golongan B komplek.

 

Selanjutnya mineral. Mineral adalah suatu zat oraganik yang berasal dari bahan makanan dan dapat diperoleh dari perubahan zat‐zat tersebut pada temperatur dan tekanan yang tinggi. Mineral hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit, tetapi mempunyai peranan yang penting dalam proses‐proses di dalam tubuh, yaitu sebagai zat pengatur dan pembangun. Mineral sebagai zat pengatur berfungsi sebagai: (a) Mengatur keseimbangan asam basa. (b) Proses pengangkutan oksigen dari paru‐paru ke jaringan tubuh. (c) Proses pembekuan darah. (d) Kepekaan syaraf dan kontraksi otot. (e) Proses metabolisme sebagai bagian dari enzim. Ada beberapa macam zat mineral sesuai fungsinya masing‐masing yaitu: Kalsium (Ca), Fosfor (P), Sulfur (S), Natrium (Na), Besi (Fe), Yodium (J) dan selenium (Se).

 

Kemudian yang terakhir Air. Air tidak mengandung energi, tetapi sangat penting dalam kehidupan sehari‐hari. Kebutuhan tubuh manusia akan air dalam sehari sesuai dengan banyaknya air yang keluar atau yang hilang dari tubuh. Pada keadaan normal dan ideal yaitu diet rendah cairan, aktifitas fisik minimal serta tidak ada keringat yang keluar, orang dewasa membutuhkan air sebanyak 1.500 – 2.000 ml sehari.

 

Pada saat olahraga, kebutuhan air meningkat. Kebutuhan air tersebut karena saat olahraga terjadi kehilangan air dan elektrolit melalui keringat. Keringat merupakan mekanisme pembuangan panas tubuh melalui evaporasi. Panas diproduksi melalui radiasi, conduksi, conveksi, dan evaporasir. Saat olahraga pada lingkungan yang kering maka mekanisme evaporasi merupakan mekanisme pembuangan panas yang paling dominan.

 

Pembuangan keringat melalui evaporasi tergantung pada beberapa variabel seperti ukuran tubuh, intensitas latihan, temperatur ambien, kelembaban dan aklimasi. Kehilangan cairan tubuh atau dehidrasi dapat mengganggu performance seorang atlet. Defisit air sebanyak 1% dari berat badan yang keluar dalam bentuk keringat saat berolahraga terbukti mengurangi toleransi tubuh terhadap olahraga.

 

Sedangkan, defisit air 3% sampai dengan 10% dari berat badan selama mengikuti olahraga menyebabkan penurunan prestasi olahraga, meningkatkan risiko cedera serta berbahaya untuk atlet.

 

Pemberian cairan pada atlet bertujuan untuk mencegah dehidrasi dan untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh. Selain itu, pemberian cairan yang adekwat ditujukan untuk mencegah cedera akibat panas tubuh yang berlebihan, misalnya heat exhaustion, heat stroke. Cairan dan elektrolit ini harus diberikan kepada atlet sebelum, selama dan setelah latihan.

 

Sebelum latihan, atlet harus cukup air. Secara umum jumlah air yang harus dikonsumsi 24 jam sebelum sesi latihan, ACSM dan NASA merekomendasikan 400 s.d 600 ml cairan yang harus diminum 2 ‐3 jam sebelum pertandingan. Selama latihan atlet harus mengkonsumsi cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan. Cairan hidrasi diberikan sekitar 150 ‐350 ml cairan dengan interval setiap 15‐ 20 menit.

 

Sodium juga direkomendasikan untuk dikonsumsi selama latihan yang lebih dari 1 jam sebesar 0.5 dan 0.7g.L‐1 k untuk mencegah hipotermia. Kebanyakan kasus atlet tidak cukup mengkonsumsi cairan selama latihan untuk mempertahankan kehilangan cairan dan hal ini mengakibatkan sesi latihan mereka mengalami dehidrasi. Mengkonsumsi 150% selama sesi latihan sangat perlu untuk menggantikan kehilangan keringat plus produksi obligasi urine.

 

Mengkonsumsi sodium setelah latihan juga dapat mengurangi diuesis yang terjadi ketika air dicerna. Sodium juga membantu proses rehidrasi melalui mempertahankan osmolalitas plasma dan karenanya ingin terus minum. Karena kebanyakan minuman olahraga komersial tidak cukup mengandung sodium untuk mengganti cairan setelah latihan, atlet dapat merehidrasi dengan mengkonsumsi gula.

 

 

(Penulis Merupakan Dosen Prodi PJKR FKIP Univesitas Sebelas April Sumedang)