RADARSUMEDANG.id, PAMULIHAN – Sebagai upaya inovatif untuk mengatasi masalah banjir di daerah yang sering terkena dampaknya, Pusat Pemberdayaan Perdesaan (P2D) Lembaga Penelitian Pengabdian Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Bandung (ITB) memperkenalkan konsep hunian apung di lahan milik ITB Desa Haurngombong, Kecamatan Pamulihan, Kabupaten Sumedang, Rabu (27/9).
Ketua Projek Pengabdian Masyarakat ITB, Endra Susila mengatakan, Ide dasar hunian ini adalah memberikan solusi bagi daerah rawan banjir dengan menggunakan rumah apung sebagai alternatif.
“Saat ini, konsep ini masih dalam tahap prototipe, tetapi dapat dikembangkan sesuai kebutuhan. Hunian apung ini dirancang dengan sangat baik,” ujar Endra Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB.
Endra mengaku, saat terjadi banjir, rumah akan naik, dan saat air surut, rumah tersebut akan kembali ke posisi semula seperti rumah biasa.
“Proses pembangunan rumah dengan ukuran 3×3 meter persegi membutuhkan waktu sekitar 2 hingga 3 minggu dengan anggaran sekitar 13 juta rupiah. Desain rumah ini menekankan aspek tradisional untuk memberikan keindahan pada hunian tersebut,” tambahnya.
Menurutnya, salah satu aspek penting dari hunian apung ini adalah daya pengapungannya. Untuk menjaga biaya terjangkau, tim inovasi menggunakan drum-drum air yang relatif murah namun memiliki daya angkat yang besar.
“Ini merupakan langkah cerdas dalam membuat teknologi ini dapat diadopsi secara luas. Pengembangan lebih lanjut dapat melibatkan teknologi canggih seperti listrik tenaga surya dan konektivitas internet. Teknologi ini idealnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat luas, terutama oleh instansi yang tertarik untuk mengadopsinya,” ucapnya.
Kendati demikian, lanjut Endra, hunian apung ini telah diuji coba oleh pejabat setempat seperti Camat Pamulihan, Kades Haurngombong, dan Dekan SITH. Meskipun bangunan sempat tenggelam karena beban, tetapi kapasitas angkatnya tetap besar, menunjukkan potensi besar dalam mengatasi banjir.
“Kami berharap teknologi ini dapat dimanfaatkan secara maksimal, terutama untuk daerah rawa-rawa dan rawan banjir, serta daerah wisata. Sebagai langkah selanjutnya, kami berencana untuk membuat buku panduan agar masyarakat dapat memanfaatkan teknologi ini dengan lebih baik,” ujarnya.
Sementara itu, Dosen Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) Institut Teknologi Bandung (ITB) kampus Jatinangor, Dr. Taufikurahman mengatakan, bahwa hunian apung ini dapat menjadi contoh bagi masyarakat di wilayah rawan banjir. Di wilayah yang tidak pernah banjir, mereka telah mengembangkan berbagai konsep untuk pertanian dan rumah ramah lingkungan.
“Proyek ini merupakan kolaborasi lintas disiplin ilmu antara dosen Sipil, SITH, Arsitektur, dan dosen Mesin yang telah berdiskusi dan merencanakan hunian apung ini selama sekitar 3 bulan,” ujarnya.
Dengan upaya ini, kata ia, pihaknya berharap dapat memberikan kontribusi yang berarti bagi masyarakat dan menginspirasi inovasi di bidang pengabdian masyarakat. (tha)