RADARSUMEDANG.ID, KOTA — Gempa bumi yang terjadi di Sumedang bertepatan dengan malam pergantian tahun baru 2024 telah memantik empati sejumlah pihak akan kondisi warga masyarakat yang terdampak gempa.
Sampai saat ini di hari keenam masa tanggap darurat bencana di wilayah Kabupaten Sumedang, berbagai pihak baik dari instansi pemerintah seperti Kementerian, lembaga vertikal, para relawan maupun elemen masyarakat, termasuk perguruan tinggi datang ke Sumedang untuk memberikan dukungan moril dan materil.
Salah satunya dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Bandung (ITB) melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat kepada warga di lingkungan Cipameungpeuk RT 03 RW 03, Kelurahan Cipameungpeuk, Kecamatan Sumedang Selatan, Sabtu (6/1/2024).
Tim psikososial ITB disupport penuh oleh Lembaga Penelitian & Pengabdian Masyarakat (LPPM) dan pendanaan oleh Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri (LAPI) ITB.

Kegiatan yang dipusatkan di dua titik di Kebon Seureuh seperti posko siaga mandiri RT 04 RW 03 Kelurahan Cipameungpeuk dan Masjid di Kebon Seureuh itu mendapat antusias yang baik dari warga sekitar.
Salah seorang Dosen Sekolah Ilmu Teknologi Hayati ITB, Dr Lulu lusianti Fitri mengatakan ITB sering mengirimkan tenaga-tenaga ahlinya ke lokasi bencana untuk mendeteksi secara faktual mengenai apa yang terjadi di lokasi bencana.
“Beberapa hari kemarin ini tim seismograf ITB telah diterjunkan ke titik-titik gempa Sumedang untuk mengetahui sejauh mana getaran magnitudo gempa. Bahkan tim juga sampai menanamkan sebuah alat untuk mengetahui sejauh mana kemungkinan gempa susulan,” kata Lulu kepada RadarSumedang.id.
Adapun pada kesempatan ini, LPPM ITB melaksanakan kegiatan psikososial yang terdiri dari tim psikologis, tim Art as Therapy dan tim Medis bekerjasama dengan Fakultas Psikologi Unpad.
Untuk tim medis bertugas untuk mengukur sejauh mana antropometri warga masyarakat seperti tinggi badan, berat badan. Termasuk kegiatan penjelasan penyuluhan dan penanganan saat menghadapi gempa secara medis.

“Kami sampaikan kepada masyarakat apabila terjadi lagi gempa, bagaimana langkah pertama sampai akhir saat menghadapi situasi genting,” ucap Lulu.
Sementara untuk kegiatan Art as Therapy lanjut dia, adalah bagaimana melakukan trauma healing dengan cara menggambar untuk melatih psikomotorik anak pasca gempa.
“Jadi ada tim dari Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) ITB yang memberikan trauma healing kepada anak-anak dengan membuat gambar dari sobekan kertas bermotif macam-macam yang dipandu oleh tim dosen juga para mahasiswa. Sekaligus kami juga memberikan sedikit bantuan berupa snack, kemudian alat menggambar seperti buku gambar, crayon. Sampai-sampai anak-anak yang diatas 10 tahun itu berhasil membuat sampel motif batik, itu luar biasa,” paparnya.
Terakhir disampaikan Lulu, dari Sekolah Ilmu Teknologi Hayati (SITH) melakukan pemeriksaan pengukuran gelombang otak dari kalangan penyintas atau orang yang survive.
“Kondisi penyintas dapat diketahui dari screening melalui sebuah kuesioner sehingga dokter tahu situasi kejiwaan dan mentalnya sepanjang apa, dan kemudian nanti diukur gelombang otaknya seperti apa,” terang Lulu.
Dengan demikian melalui kegiatan psikososial kepada penyintas gempa Sumedang di Cipameungpeuk, pihaknya akan menangkap data yang akan diolah oleh tim ahli.
“Diharapkan masyarakat mengetahui upaya-upaya pencegahan ketika terjadi gempa. Termasuk para pemangku kepentingan dapat mengetahui saat terjadi gempa dan pasca gempa sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat bagaimana cara menangani penyintas,” jelas Lulu.
Sebagai informasi, kegiatan pendampingan psikososial ini melibatkan dari SITH ITB, psikiatri dan antropometri, penjelasan penyuluhan dan penanganan saat menghadapi gempa secara medis oleh Fakultas Kedokteran (FK) UNPAD, Art as Therapy dari FSRD juga tim Relawan sebanyak 6 orang, tim Amil 3 orang, dan tim Biomedis 13 orang. (jim)