Krisis Pekerjaan Lulusan S1: Solusi dan Langkah yang Harus Diambil

oleh
Sri Nita

 

 

DENGAN angka pengangguran yang terus meningkat, masalah ketenagakerjaan lulusan perguruan tinggi semakin mencuri perhatian publik. Data terbaru menunjukan bahwa lulusan S1 dan diplomat menyumbangkan sekitar 12% pengangguran di Indonesia. Fenomena ini menunjukan bahwa ada perbedaan besar antara Pendidikan tinggi yang diterima oleh lulusan dan keterampilan yang dibutuhkan pasar pekerja.

 

Hal ini menjadi tantangan besar bagi sektor ekonomi dan pendidikan Indonesia, yang seharusnya bekerja sama untuk memberikan peluang kerja bagi generasi muda. Ketidaksesuaian antara kurikulum Pendidikan tinggi dan kebutuhan pasar kerja yang semakin dinamis adalah penyebab utama tingginya angka pengangguran di kalangan sarjana.

 

Banyak institusi Pendidikan tinggi terus mengambil pendekatan teoretis, tidak memberikan kesempatan yang cukup bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan praktis. Akibatnya, banyak lulusan yang menghadapi kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan bidang studi mereka. Sebaliknya, perusahaan cenderung memilih calon karyawan yang tidak memiliki gelar sarjana tetapi memiliki pengalaman kerja yang relevan.

 

Selain itu, kemajuan digitalisasi dan teknologi telah menyebabkan tantangan yang semakin kompleks di dunia kerja. Banyak pekerjaan yang dulunya membutuhkan Pendidikan formal sekarang dapat dilakukan oleh orang yang memiliki keterampilan yang teknis khusus tanpa gelaran akademis. Lulusan S1 harus bersaing dengan para pekerja yang lebih berpengalaman di bidang tersebut, tetapi tidak memiliki keterampilan yang diperlukan industri.

 

Untuk menangani masalah ini, pemerintah Indonesia memulai program Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (MBKM). Dengan memberikan siswa kesempatan untuk memperoleh keterampilan praktis melalui magang, proyek, atau kegiatan yang langsung berhubungan dengan dunia bisnis, program ini bertujuan untuk menghubungkan dunia akademik dengan dunia kerja. Program ini diharapkan dapat menurunkan jumlah pengangguran yang disebabkan ketidakmampuan siswa untuk bersaing di pasar kerja dan mempersiapkan mereka untuk menghadapi tantangan di dunia kerja setelah mereka lulus.

 

Meskipun BMKM merupakan kemajuan positif, masalah besar masih ada. Banyak bisnis mengutamakan pengalaman kerja dari pada Pendidikan formal. Oleh karena itu, kurikulum yang ada harus lebih relevan dengan kebutuhan pasar. Selain itu, penting bagi dunia Pendidikan untuk lebih responsif terhadap perubahan industri dan teknologi, dengan mengajarkan lulusan keterampilan teknis yang dibutuhkan oleh para pekerja lainnya.

 

Selain itu juga, pendidikan di perguruan tinggi harus lebih menekankan pengembangan keterampilan yang relevan dengan perkembangan industri. Misalnya, yaitu keterampilan dalam bidang digital, ilmu data, atau coding sangat dibutuhkan oleh banyak bisnis di berbagai industri. Dengan memberikan keterampilan ini sejak dini, diharapkan lulusan tidak hanya memiliki gelar, akan tetapi juga memiliki kemampuan yang tepat untuk bekerja.

 

Secara keseluruhan, sistem Pendidikan Indonesia harus diubah untuk mengatasi masalah pekerjaan ini. Sinergi antara perguruan tinggi dan dunia bisnis harus diperkuat, dan kurikulum harus lebih sesuai dengan zamannya. Diharapkan bahwa hal ini akan membantu para lulusan perguruan tinggi untuk memasuki dunia kerja dengan lebih siap. Jika langkah-langkah ini dilakukan secara teratur, Indonesia dapat meningkatkan daya saingnya di pasar global dan memberikan lapangan kerja yang lebih luas bagi generasi muda. (***)

 

Penulis adalah Mahasiswa Sastra Inggris, Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati, Bandung