FENOMENA anak-anak yang belum mampu menyelesaikan masalah secara mandiri kerap menjadi perhatian publik, terutama saat muncul kasus yang melibatkan emosi orang tua secara berlebihan. Salah satu contoh nyata adalah kasus Ivan Sugianto, pengusaha Surabaya, yang ramai diperbincangkan di media sosial karena tindakannya yang dianggap berlebihan. Kasus ini menjadi refleksi penting tentang perlunya mengajarkan kemandirian kepada anak sejak dini.
Potret Pikiran dari Isu yang Ramai Diperbincangkan
Kasus Ivan Sugianto, seperti dilaporkan oleh Detik.com, bermula ketika anaknya diejek oleh siswa lain setelah pertandingan basket antara SMAK Gloria 2 Surabaya dan SMA Cita Hati. Ivan, yang merasa tidak terima atas perlakuan tersebut, melabrak siswa SMAK Gloria dan memaksa siswa itu untuk bersujud sambil menggonggong sebagai bentuk permintaan maaf.
Aksi ini terekam kamera dan viral di media sosial, mengundang kritik luas dari masyarakat. Ivan akhirnya ditetapkan sebagai tersangka pelanggaran perlindungan anak dan ditahan oleh pihak berwenang. Kasus ini menunjukkan bagaimana keterlibatan orang tua yang berlebihan dapat menciptakan dampak negatif, baik bagi anak maupun pihak lain. (Sumber: Detik.com, 10 Oktober 2024).
Kasus ini menyadarkan kita bahwa masih banyak siswa yang belum dibekali kemampuan untuk menyelesaikan masalahnya sendiri. Ketergantungan pada orang tua dalam menghadapi konflik seperti ini tidak hanya membuat situasi semakin rumit, tetapi juga menghalangi anak untuk tumbuh menjadi pribadi yang lebih dewasa.
Sebagai orang tua, guru, atau masyarakat yang peduli dengan pendidikan, kita tentu ingin anak-anak kita menjadi pribadi yang tangguh. Namun, bagaimana caranya agar mereka belajar menghadapi masalah tanpa terus-menerus bergantung pada orang dewasa?
Mengapa Anak Perlu Belajar Mandiri?
Menyelesaikan masalah adalah bagian penting dari kehidupan. Ketika anak mampu menghadapi tantangan, mereka tidak hanya belajar mencari solusi tetapi juga menjadi lebih percaya diri, bertanggung jawab, dan peka terhadap perasaan orang lain. Sebaliknya, jika setiap konflik kecil langsung diserahkan kepada orang tua, anak tidak akan pernah belajar bagaimana berdiri di atas kaki mereka sendiri.
Kemandirian adalah bekal hidup yang harus mulai diajarkan sejak dini, terutama ketika mereka masih dalam masa sekolah. Di sinilah peran sekolah, guru, dan orang tua sangat penting.
Psikolog klinis anak Dewinta Ariani mengatakan bahwa peran orang tua sangat penting dalam mendukung kemandirian anak. Menurutnya, orang tua tetap perlu terlibat secara emosional, misalnya dengan memvalidasi perasaan anak, memberi nasihat jika diperlukan dan siap membantu jika situasi tidak terkendali.
Psikolog klinis Universitas Indonesia, Kasandra A. Putranto, juga memberikan pandangan bahwa pendidikan karakter sangatlah penting. Ia menyatakan bahwa kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk serta menangkal pengaruh negatif harus dibangun sejak dini dan berkembang secara bertahap. Selain itu, katanya, orang tua perlu bertindak ketika masalah tersebut sudah mengandung ancaman bagi keselamatan atau masa depan anak, serta saat anak belum mampu menyelesaikannya secara mandiri (Sumber: LayarBerita.com).
Lalu apa yang Bisa Dilakukan agar Anak Mandiri?
Agar anak dapat menyelesaikan masalah tanpa keterlibatan orang tua secara berlebihan, berikut beberapa langkah yang bisa diterapkan:
- Ajarkan Anak Mengelola Emosi
Anak perlu belajar memahami dan mengelola emosinya sebelum bereaksi terhadap konflik. Latihan sederhana seperti menarik napas dalam, menenangkan diri, dan berpikir sebelum bertindak dapat membantu anak mengambil keputusan yang lebih bijak.
- Latih Anak untuk Bicara dan Berdiskusi
Jika ada masalah dengan teman, ajarkan anak untuk berkomunikasi langsung dengan orang tersebut. Guru atau konselor sekolah bisa menjadi pendamping agar diskusi berjalan baik. Dengan cara ini, anak belajar menyelesaikan masalah secara dewasa.
Dewinta juga menyebutkan bahwa keterampilan komunikasi asertif harus diajarkan kepada anak sejak dini. Menurutnya, orang tua juga dapat membekali anak dengan keterampilan komunikasi asertif agar mereka mampu menyatakan perasaan dan pendapatnya dengan tegas tanpa harus bersikap agresif (Tempo.co, 12 November 2024).
- Libatkan Guru Sebagai Penengah
Sekolah memiliki peran penting dalam membantu anak menyelesaikan masalah. Guru dapat menjadi penengah yang netral, sehingga anak dapat belajar menyelesaikan konflik dengan cara yang sehat.
- Edukasi Orang Tua
Orang tua perlu memahami kapan harus terlibat dan kapan memberi ruang kepada anak. Terlalu cepat turun tangan dapat menghambat anak dalam mempelajari keterampilan menyelesaikan masalah.
- Tanamkan Empati dan Tanggung Jawab
Anak juga perlu diajarkan untuk memahami sudut pandang orang lain. Empati akan membantu mereka mengurangi potensi konflik di masa depan.
Mengajarkan anak untuk mandiri bukan berarti orang tua sepenuhnya lepas tangan. Dukungan emosional, pendidikan karakter dan latihan keterampilan komunikasi asertif adalah kunci utama untuk membangun generasi yang lebih mandiri dan tangguh.
Kasus di atas adalah pengingat bahwa keterlibatan orang tua yang berlebihan dapat memperburuk situasi. Sebagai masyarakat, kita perlu bersama-sama menciptakan lingkungan yang mendukung kemandirian anak agar mereka tumbuh menjadi individu yang bijak dalam menghadapi tantangan hidup. (***)
Penulis adalah Mahasiswi UIN Bandung, Semester 3 Prodi Sastra Inggris