Lindungi Anak dari Kekerasan Seksual: Pentingnya Pendidikan Seksual Sejak Dini di Era Digital

oleh
Wita Meilina Laura

ANAK-ANAK kini semakin rentan terhadap ancaman kekerasan seksual, baik di dunia nyata maupun dunia maya. Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mencatat 15.702 kasus kekerasan terhadap anak sepanjang Januari hingga November 2024, dengan 11.077 korban anak perempuan dan 4.633 anak laki-laki. Fenomena ini menegaskan pentingnya pendidikan seksual yang benar sejak dini untuk melindungi anak.

 

Pemahaman tentang perkembangan psikoseksual anak menjadi kunci utama dalam memberikan pendidikan seksual yang efektif. Sigmund Freud menjelaskan lima tahap perkembangan psikoseksual yang perlu dipahami orang tua dan pendidik, yaitu masa oral, anal, falik, latensi dan genital. Setiap tahap berperan penting dalam membentuk kesehatan emosional anak.

 

Pendidikan seksual yang diberikan dengan bijak, sesuai dengan tingkat kognitif anak, dapat membantu mereka memahami tubuh dan identitas seksual secara positif. Jika anak tidak mendapatkan informasi yang tepat, mereka bisa mencari informasi melalui media sosial yang berisiko memberikan pemahaman yang salah. Anak yang tidak tahu tentang hak privasi dan batasan tubuh sangat rentan terhadap kekerasan seksual, eksploitasi dan manipulasi, terutama di dunia maya.

 

Salah satu fenomena yang marak terjadi adalah grooming, di mana pelaku membangun hubungan emosional yang ‘aman’ dengan anak, sering kali melalui media sosial seperti Instagram atau TikTok. Setelah hubungan terjalin, pelaku mulai memanipulasi korban untuk mengirim foto atau video pribadi yang tidak pantas. Jika korban menolak, pelaku sering mengancam untuk menyebarkan gambar atau percakapan tersebut, membuat korban merasa terjebak.

 

Peran Orang Tua dalam Pendidikan Seksual

Orang tua memiliki tanggung jawab utama dalam pendidikan seksual anak. Pendidikan ini harus dimulai sejak dini, dengan tetap memberi pengetahuan sesuai perkembangan anak. Salah satu langkah awal adalah mengajarkan anak tentang batasan tubuh dan mengajarkan bahwa tubuh mereka bersifat pribadi dan tidak boleh disentuh oleh orang lain tanpa izin, sekalipun itu orang terdekat atau bahkan keluarga. Orang tua juga perlu menunjukkan perilaku yang sehat dalam hubungan mereka.

 

Selain itu, orang tua harus menciptakan lingkungan yang terbuka dan aman, agar anak merasa nyaman membicarakan tubuh dan seksualitas mereka tanpa rasa malu. Dengan pendekatan ini, anak belajar menjaga privasi dan menetapkan batasan yang sehat dalam hubungan sosial mereka.

 

Peran Guru dalam Pendidikan Seksual di Sekolah

Selain orang tua, guru juga berperan penting dalam memberikan pendidikan seksual yang tepat. Di sekolah, guru dapat mengajarkan informasi akurat tentang tubuh, seksualitas dan cara melindungi diri dari bahaya. Pendidikan ini mencakup hak tubuh, persetujuan dalam hubungan serta mengenali perilaku tidak pantas.

 

Selain memberikan informasi, guru juga mengajarkan nilai-nilai sosial seperti menghormati perbedaan jenis kelamin dan pentingnya privasi. Dengan pendidikan ini, anak-anak dapat belajar menjaga hubungan yang sehat dan saling menghormati.

 

Kolaborasi Orang Tua dan Guru

Pendidikan seksual yang efektif memerlukan kolaborasi erat antara orang tua dan guru. Kerja sama ini memastikan anak mendapatkan informasi yang konsisten, baik di rumah maupun di sekolah. Orang tua dan guru perlu saling berkomunikasi untuk menciptakan pengalaman belajar yang mendukung perkembangan anak.

 

Kolaborasi ini juga penting dalam menangani kasus kekerasan seksual. Orang tua dan guru harus memberikan dukungan emosional secara nyata kepada korban. Dengan kerja sama yang baik, anak-anak dapat tumbuh dalam lingkungan yang aman dan terlindungi. (***)

 

Penulis adalah Mahasiswi UIN Sunan Gunung Djati-Bandung