Tantangan Literasi di Indonesia dan Upaya Penanganannya

oleh
Rediva Jasmine Angelina Suhendi

MEMBACA adalah keterampilan dasar yang wajib dimiliki setiap individu. Melalui membaca, kita dapat memperluas cakrawala, memahami dunia serta mengakses berbagai pengetahuan yang bermanfaat untuk pengembangan diri. Kemampuan membaca bukan hanya sekadar aktivitas memahami teks, tetapi juga menjadi kunci utama dalam membangun kemampuan berpikir kritis, menyelesaikan masalah dan berinovasi.

 

Namun, tantangan besar yang masih dihadapi dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah rendahnya tingkat kemampuan membaca dan menulis, terutama di kalangan siswa tingkat menengah. Data dari Program for International Student Assessment (PISA) 2021 yang dirilis oleh Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019, menyatakan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-62 dari 77 negara dalam kemampuan membaca.

 

Angka ini mengindikasikan bahwa sekitar 70% siswa Indonesia berusia 15 tahun belum mencapai tingkat kompetensi minimum. Hal ini berarti mayoritas siswa tidak mampu memahami teks secara mendalam, apalagi menerapkannya untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Lebih memprihatinkan lagi, situasi ini tidak hanya dialami di daerah terpencil, tetapi juga di kawasan perkotaan yang seharusnya memiliki akses pendidikan yang lebih baik.

 

Fenomena rendahnya literasi ini diperkuat oleh laporan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) pada 2023. Laporan tersebut mencatat bahwa satu dari lima siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) masih mengalami kesulitan membaca dan menulis dengan lancar. Bahkan, beberapa siswa tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) belum mampu memahami teks sederhana yang relevan dengan kehidupan sehari-hari.

 

Fenomena ini semakin terlihat dengan viralnya video anak-anak sekolah yang tidak mampu membaca atau menyelesaikan soal matematika dasar seperti perkalian dan pembagian. Situasi ini mencerminkan persoalan mendalam dalam sistem pendidikan Indonesia yang belum mampu memastikan penguasaan keterampilan dasar bagi seluruh siswa. Rendahnya tingkat literasi tidak hanya mencerminkan kualitas pendidikan yang belum optimal, tetapi juga menunjukkan adanya tantangan struktural lain, seperti:

 

  1. Kesenjangan Akses Pendidikan

. Di daerah terpencil, keterbatasan akses terhadap pendidikan berkualitas menjadi salah satu penghalang utama. Kekurangan guru terlatih, fasilitas pendidikan yang tidak memadai, serta minimnya bahan bacaan membuat siswa sulit mengejar ketertinggalan, terutama dalam kemampuan membaca dan menulis. Anak-anak di wilayah ini sering kali harus menghadapi tantangan geografis dan sosial yang memperburuk situasi.Untuk mengurangi kesenjangan akses pendidikan, perlu ada pemerataan fasilitas pendidikan di daerah terpencil. Buku-buku bacaan yang berkualitas juga harus didistribusikan secara merata agar anak-anak di daerah tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk belajar.

 

2. Minimnya Kebiasaan Membaca

Budaya literasi di Indonesia masih sangat rendah. Studi dari Perpustakaan Nasional (Perpusnas) tahun 2023 menunjukkan bahwa minat baca masyarakat Indonesia hanya mencapai 3,17% dari total populasi. Anak-anak lebih sering menghabiskan waktu untuk hiburan seperti menonton televisi atau bermain game daripada membaca buku. Rendahnya akses terhadap buku berkualitas, terutama di daerah pedesaan, juga menjadi faktor pendukung rendahnya kebiasaan membaca.

 

3. Kurangnya Dukungan dari Orang Tua

Orang tua memiliki peran penting dalam membangun kebiasaan membaca pada anak. Sayangnya, banyak orang tua, terutama yang berlatar belakang ekonomi rendah, tidak memiliki kebiasaan literasi yang baik. sehingga anak-anak tidak mendapatkan perhatian serta bimbingan dari keluarga dan cenderung menghadapi kesulitan dalam mengembangkan keterampilan membaca dan menulis.

 

4. Penyalahgunaan Teknologi

Teknologi sebenarnya dapat menjadi alat pendukung pembelajaran yang efektif. Namun, kenyataannya, banyak siswa lebih sering menggunakan teknologi untuk hiburan, seperti bermain game atau bersosial media, daripada untuk membaca atau belajar. Kondisi ini membuat waktu belajar menjadi semakin terbatas.Untuk memanfaatkan teknologi secara optimal dalam pembelajaran, penting untuk mengintegrasikannya dalam kurikulum dengan cara yang menarik, seperti aplikasi edukasi atau permainan yang mendukung belajar. Guru dan orang tua harus mengawasi penggunaan teknologi, membatasi waktu untuk hiburan dan memberikan waktu lebih untuk belajar online. Siswa juga perlu diajarkan literasi digital untuk memanfaatkan teknologi dalam mencari informasi pembelajaran. Dengan pendekatan ini, teknologi dapat mendukung dan memperkaya pengalaman belajar siswa.

 

5. Kualitas Guru yang Tidak Merata

Tidak semua guru di Indonesia mendapatkan pelatihan yang memadai, terutama di wilayah terpencil. Guru-guru di daerah ini sering kali tidak memiliki kemampuan untuk menangani siswa dengan keterlambatan literasi. Akibatnya, kesenjangan pendidikan antara wilayah perkotaan dan pedesaan semakin melebar. Pemerintah perlu menyelenggarakan program berkelanjutan untuk meningkatkan kompetensi guru dalam mengajar keterampilan dasar, seperti membaca dan menulis. Hal ini penting agar guru dapat menanganisiswa yang mengalami.

 

  1. Dampak Pandemi COVID-19

Pandemi COVID-19 memberikan dampak signifikan terhadap dunia pendidikan. Selama pembelajaran jarak jauh, banyak siswa tidak memiliki akses terhadap perangkat teknologi dan internet. Kondisi ini memperburuk kemampuan literasi, terutama bagi siswa yang sebelumnya sudah mengalami kesulitan belajar.

 

Data ini menunjukkan bahwa tantangan utama dalam proses pembelajaran bukan hanya terletak pada materi yang diajarkan, tetapi lebih kepada kemampuan siswa dalam memahami dan mengolah informasi yang diberikan oleh guru. Meskipun guru sudah berusaha mengajar dengan semangat dan memberikan penjelasan yang jelas, beberapa siswa mungkin merasa kesulitan untuk menyerap materi tersebut.

 

Hal ini menjadi tantangan tambahan bagi guru dalam memastikan bahwa semua siswa, baik yang aktif maupun pasif, mendapatkan perhatian yang seimbang dalam proses belajar. Terkadang, guru cenderung lebih fokus pada siswa yang aktif, yang mungkin lebih mudah mengikuti pembelajaran. Sementara itu, siswa yang lebih pasif seringkali kurang mendapatkan perhatian, yang bisa mempengaruhi pemahaman mereka terhadap materi.

 

Oleh karena itu, penting bagi guru untuk mencari cara agar semua siswa, baik yang aktif maupun pasif, terlibat dalam proses belajar dengan cara yang efektif. Misalnya dengan metode pengajaran yang lebih interaktif atau pendekatan yang lebih personal.

 

Permasalahan ini menunjukkan pentingnya pembenahan sistem pendidikan dasar di Indonesia. Sebagai fondasi untuk jenjang pendidikan berikutnya, kemampuan membaca dan menulis adalah kunci utama bagi penguasaan keterampilan akademik serta kehidupan yang lebih baik. Oleh karena itu, berbagai upaya perlu dilakukan untuk mengatasi tantangan ini.

 

Salah satunya adalah dengan meningkatkan peran orang tua dan masyarakat dalam mendukung budaya literasi. Kampanye literasi yang dapat meningkatkan kesadaran orang tua tentang pentingnya kebiasaan membaca harus digalakkan. Selain itu, perpustakaan komunitas dan kegiatan membaca bersama di masyarakat dapat menjadi sarana yang efektif untuk membangun budaya literasi yang lebih kuat.

 

Untuk siswa yang tertinggal, diperlukan program remedial di sekolah sebagai upaya untuk membantu mereka mengejar ketertinggalan dalam kemampuan membaca dan menulis. Pendampingan khusus melalui bimbingan belajar di luar jam sekolah juga dapat memberikan dukungan tambahan agar mereka dapat mengikuti pelajaran dengan lebih baik.

 

Tidak hanya itu, upaya ini harus melibatkan kerja sama antara pemerintah, lembaga pendidikan, sektor swasta, dan masyarakat. Semua pihak harus bersatu dalam menciptakan solusi yang berkelanjutan, seperti meluncurkan kampanye nasional untuk meningkatkan literasi yang akan menggerakkan seluruh lapisan masyarakat untuk berperan aktif dalam mengatasi permasalahan ini secara bersama-sama. Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan tantangan dalam pendidikan dasar dapat diatasi dan kualitas literasi di Indonesia dapat meningkat secara signifikan.

 

Rendahnya tingkat literasi di Indonesia adalah tantangan serius yang membutuhkan perhatian segera. Kemampuan membaca dan menulis adalah fondasi utama untuk penguasaan keterampilan akademik dan pengembangan diri. Dengan kerja sama antara pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua dan masyarakat, tantangan ini dapat diatasi. Mari bersama membangun masa depan pendidikan yang lebih baik, demi generasi muda Indonesia yang kompeten, mandiri dan siap bersaing di dunia global. (***)

 

Penulis adalah Mahasiswa Universitas Islam Negri Sunan Gunung Djati-Bandung