Oleh: Adam Hidayat, S.H.*
RADARSUMEDANG.id — Beberapa waktu terakhir, publik dikejutkan dengan serangkaian kebijakan pendidikan yang diterbitkan oleh Gubernur Jawa Barat melalui Surat Edaran No. 45/PK.03.05/KESRA. Surat tersebut memuat sembilan butir kebijakan yang mencerminkan arah pembenahan mendasar terhadap ekosistem pendidikan, mulai dari topik panas di masyarakat tentang pelajar masuk barak, larangan piknik berkedok study tour hingga pelarangan membawa kendaraan bermotor ke sekolah bagi peserta didik yang belum memiliki SIM.
Sebagai bagian dari unsur penyelenggara pendidikan daerah, saya merasa terpanggil untuk menanggapi kebijakan tersebut secara objektif, komprehensif, dan konstruktif. Oleh karena itu, saya telah mengirimkan sebuah dokumen analisis dan rekomendasi bertajuk “Menyambut Gapura Panca Waluya dengan Langkah Strategis”, sebagai bentuk kontribusi untuk menyempurnakan implementasi kebijakan ini.
Surat itu tidak ditujukan untuk menghakimi, mengkritik secara emosional, apalagi menolak, Melainkan sebuah pemetaan risiko, sekaligus pembuka jalan solusi terhadap kemungkinan dampak lapangan dari kebijakan tersebut, berdasarkan prinsip-prinsip hukum, regulasi, budaya lokal, dan nilai-nilai pedagogis yang hidup di tengah masyarakat.
Mengapa Saya Menulis Surat Kepada Bapa Gubernur?
Pertama, saya merasa bertanggungjawab atas amanah sebagai Dewan Pendidikan tingkat kabupaten, dengan fungsi arahan, dukungan, pengawasan, dan mediasi. Ketika terdapat kebijakan provinsi yang menimbulkan reaksi sosial di wilayah, saya berkewajiban menyampaikan pandangan, bukan hanya kepada pemerintah daerah, tetapi juga kepada masyarakat. Saya percaya bahwa kehadiran dewan pendidikan tidak hanya diukur dari seberapa dekat dengan pemangku kebijakan, tetapi dari seberapa besar keberpihakannya kepada kebutuhan rakyat. Meskipun Dewan Pendidikan Kabupaten Sumedang masih merumuskan rekomendasi secara resmi untuk kemudian disampaikan kepada Bupati Sumedang.
Kedua, sebagai pribadi yang merupakan bagian dari warga masyarakat Jawa Barat, saya merasa memiliki tanggung jawab moral untuk menjelaskan kepada publik bahwa kebijakan ini tidak berdiri sendiri, melainkan satu kesatuan sistem. Ada sembilan poin dalam Surat Edaran Gapura Panca Waluya, dan semuanya perlu dibaca secara utuh. Masyarakat tidak bisa hanya terjebak dalam satu isu yang menimbulkan kontroversi, melainkan memahami peta besarnya agar tidak salah langkah dalam bereaksi.
Ketiga, saya memastikan bahwa surat ini disusun dalam koridor struktural dan etika kelembagaan. Saya menyampaikannya atas nama pribadi bagian dari warga Jawa Barat, kepada Gubernur melalui Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat sesuai kewenangannya, bukan melalui media sosial apalagi jalur informal. Saya juga berbagi kepada Forum Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota se-Jawa Barat sebagai bentuk sinergi dan ajakan untuk berpikir kolektif.
Isi Pokok Surat
Isi dari Menyambut Gapura Panca Waluya dengan Langkah Strategis yang saya telah kirimkan, adalah pemetaan tantangan terhadap sembilan kebijakan pokok dalam surat edaran, antara lain:
- Evaluasi tentang toilet dalam ruang kelas (sebagaimana penjelasan akun Tiktok birokesrajabar) yang secara sosiologis dan religius masih menimbulkan pertanyaan.
- Catatan tentang kebutuhan memperkuat guru, sekolah, dan masyarakat agar menjadi simpul utama dalam pembentukan karakter pelajar, bukan hanya secara kualitas, namun juga pemenuhan atas kekurangan jumlah guru di daerah-daerah.
- Telaah terhadap larangan kegiatan study tour dan wisuda untuk Tingkat PAUD hingga SMA, pelibatan korporasi, lembaga setempat seperti karang taruna, pemerintah desa, serta dampaknya terhadap perekonomian secara umum, dan pengalaman sosial siswa.
- Usulan terkait Program Makan Bergizi Gratis agar Pemerintah Provinsi Jawa Barat dapat menyediakan program serupa, sementara belum meratanya Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi.
- Analisis kebutuhan sarana pendukung apabila siswa tidak boleh membawa kendaraan, disertai realita belum memadainya trayek angkutan umum.
- Sorotan atas logika pendidikan berbasis militer dalam konteks “pembinaan khusus”, sinergi dengan Aparat Penegak Hukum untuk pemberantasan Penyakit Masyarakat dalam jangka panjang.
- Pentingnya pendekatan agama yang disertai budaya dan kemanusiaan dalam peningkatan Pendidikan moral dan spiritual bagi peseta didik.
Setiap poin disertai rekomendasi implementatif yang memungkinkan kepala daerah, dinas pendidikan, hingga sekolah-sekolah dapat mengantisipasi, menyempurnakan, dan menjalankan dengan tenang—tanpa salah tafsir maupun kegaduhan sosial.
Akhirnya, saya hanya ingin menjadi bagian kecil dari upaya besar menyelamatkan arah pendidikan di negeri ini. Bukan untuk mencari nama, bukan pula untuk menjatuhkan siapapun. Hanya ingin ketika kelak anak-anak kita tumbuh dewasa, mereka akan mengatakan: “Para pemimpin kami telah mendengar, berpikir, dan bertindak.”. Selebihnya, saya percaya, kritik tanpa solusi hanya akan menjadi wacana yang menguap. Oleh karena itu, surat yang saya layangkan adalah bentuk cinta dan kasih sayang saya kepada Jawa Barat. Wallahu a’lam bisshawab. (*)
*)Sekretaris Dewan Pendidikan Kabupaten Sumedang 2024-2029