RADARSUMEDANG.id, JAKARTA – Ada info terbaru dari DPR RI soal tata kelola guru yang ditarik ke pusat. Menurut Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian, pengalihan kewenangan penanganan tata kelola guru dari daerah ke pusat masuk dalam pembahasan RUUi Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Dia menyebut, ada banyak masalah yang terjadi di daerah terkait penanganan guru. Hetifah mencontohkan, tunjangan profesi guru (TPG) yang pembayarannya tidak beragam.
‘Ada daerah yang sudah merealisasikan TPG, masih banyak juga yang belum. Nah, dengan ditariknya kewenangan ke pusat akan seragam nantinya,’ kata Hetifah di sela-sela peluncuran beasiswa program doktor bagi dosen, Senin (2/6).
Dia menambahkan, dengan sentralisasi, guru akan mendapatkan kesempatan sama untuk meningkatkan kompetensi. Sentralisasi juga menjadi solusi dalam distribusi guru, sehingga menutupi kekurangan tenaga pendidik di daerah tertinggal.
Sebelumnya,Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengatakan wacana untuk penanganan tata kelola guru oleh pemerintah pusat idenya tidak dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
Kementerian lain yang justru mengusulkan agar tata kelola guru ditarik ke pusat dan bukan menjadi kewenangan pemerintah daerah lagi.
“Kenapa ditarik ke pusat, karena melihat berbagai macam persoalan yang sekarang ini menjadi salah satu kendala terutama dalam rekrutmen, pembinaan, dan distribusi guru,” kata Abdul Mu’ti.
Contoh nyata ialah pada penanganan guru honorer menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Kemendikdasmen ingin mengangkat 1 juta lebih guru PPPK, tetapi penyelesaiannya tersendat karena pemda tidak mengusulkan optimal.
Ironinya, Kemendikdasmen yang disalahkan karena menganggap itu kewenangan pusat. Padahal, pemda yang punya guru.
Begitu juga dengan pembinaan, distribusi, dan kesejahteraan guru. Pemerintah pusat mengeluarkan berbagai regulasi, tetapi lagi-lagi mental di pemda.
Kemendikdasmen selama ini sangat proaktif mendekati pemda agar mengajukan semaksimal mungkin pengangkatan guru PPPK dari honorer sebagai amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Penanganan guru bukan hanya tanggung jawab Kemendikdasmen, tetapi semua instansi terkait terutama pemda. Jika pemda tidak proaktif bagaimana bisa jalan program pemerintah pusat,” ungkapnya.
Atas dasar itulah, kian banyak dorongan dari beberapa pihak agar pembinaan guru, maupun tata kelolanya oleh pemerintah pusat.
Dia menambahkan sebenarnya rasio guru dan murid secara nasional sudah cukup. Namun, faktanya ada sekolah yang kelebihan guru. Selain itu, banyak sekolah yang kekurangan guru.
Hal itu bisa terjadi karena guru tidak bisa dipindahkan kecuali oleh yang punya otoritas dalam hal ini pemda.
Penarikan kewenangan tata kelola guru bisa direalisasikan jika UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah diamendemen. Menurut Mu’ti, ada wacana untuk merevisi UU Otda, terutama menyangkut persoalan pendidikan.
“Jadi, sekarang ada beberapa pihak yang mulai menyuarakan apakah memang pendidikan itu termasuk yang diotonomikan atau dikelola pusat. Karena sekarang ini ada 6 bidang yang tidak diotonomikan,” terangnya.
Nah, lanjutnya, melihat berbagai persoalan yang muncul terutama menyangkut pembangunan sekolah, tata kelola dan sebagainya, mendorong percepatan revisi UU Otda yang nantinya akan dikonsinyasikan dengan UU Sistem Pendidikan Nasional
“Revisi beberapa undang-undang ini adalah inisiatif DPR RI dan kami tentu mengapresiasi serta mendukung secara aktif proses-proses pembahasan yang sekarang ini terus berlangsung,” ucapnya.
Saat ini, ujar dia, sedang dalam tahapan penyusunan naskah akademik terkait dengan kemungkinan 4 UU dijadikan 1 UU saja.
Sekretaris jenderal Kemendikdasmen Suharti menambahkan pengalihan kewenangan tata kelola guru ke pemerintah pusat sebenarnya sudah masuk di dalam rencana pembangunan jangka panjang.
Kemudian, recana revisi UU Otda juga sudah masuk program legislasi nasional (Prolegnas) 2025 DPR RI.
“Jadi, kemungkinan akan berjalan bersamaan,” kata Suharti. (esy/jpnn)