Tolak Kebijakan Dedi Mulyadi, P2G: Tidak Lazim Siswa Masuk Jam 6 Pagi

oleh
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi. Foto: Nur Fidhiah Shabrina/JPNN.com

RADARSUMEDANG.id, JAWA BARAT – Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menolak kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang mewajibkan siswa masuk pukul enam pagi. Namun, pembatasan kegiatan bagi siswa mulai pukul 21.00 malam didukung P2G.

Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri menyatakan, pembatasan jam 9 malam akan membangun ruang belajar mandiri di rumah, nilai-nilai keluarga untuk saling berbincang di waktu tersebut.

“Kebijakan ini juga sebagai wujud implementasi riil atas kebijakan Kemendikdasmen mengenai Tujuh Kebiasaan Anak Indonesia Hebat, di antaranya adalah Tidur Cepat dan Gemar Belajar,” ujar Guru Madrasah ini, Selasa (3/6).

Dia melanjutkan, agar anak-anak tidak melakukan kegiatan begadang yang akan mengganggu tumbuh kembang mereka, tidak melakukan tindakan negatif lainnya yang akan mengganggu waktu belajar dan istirahat sehingga mendapatkan kualitas hidup dan kesehatan prima karena jam tidurnya cukup dan berkualitas.

Jam tidur ideal secara medis sekitar 8 – 10 jam (usia 13-18 tahun), 9 – 12 jam (usia 6 – 12 tahun).

Namun sebaliknya, kebijakan masuk sekolah pukul enam pagi di Jawa Barat justru kontraproduktif dengan tujuan membangun kualitas hidup dan tumbuh kembang anak.

Berbagai riset atau kajian ilmiah menunjukkan bahwa dampak negatif kurang tidur adalah anak akan sulit berkonsentrasi, penurunan daya ingat, gangguan metabolisme tubuh, sarapan bisa terlewatkan, kelelahan, kecemasan, bahkan penurunan prestasi akademik.

Kebijakan masuk sekolah pukul enam pagi Jabar ini di luar kelaziman internasional, Malaysia, China, Amerika Serikat rata-rata masuk sekolah sekitar 7.30 pagi. Sedangkan India, Inggris, Rusia, Kanada, Korea Selatan masuk sekolah pukul 8.00 pagi.

Lalu Singapura dan Jepang masuk pukul 8.30 pagi. Semuanya dengan skema belajar 5 hari atau Senin – Jumat. Artinya negara-negara maju rata-rata masuk sekolah lebih siang.

Bahkan Dalam penelitian Kelley et al. (2017) dari The Open University, Brigham and Women’s Hospital, Harvard University, dan University of Nevada menyatakan bahwa jam masuk sekolah pukul 10:00 lebih baik bagi kesehatan dan performa akademik siswa usia 13–16 tahun dibandingkan jam 8:30 pagi.

Artinya, kegiatan belajar mengajar (KBM) yang dilaksanakan pada pukul enam pagi tidak memiliki dasar kajian.

“Kami berharap ada kajian terlebih dahulu untuk penerapan KBM pukul enam pagi,” ungkap Iman.

Pada 2023 lalu provinsi NTT pernah mencoba menerapkan kebijakan masuk sekolah pukul 5 pagi, setelah uji coba dan evaluasi di sekolah lalu direvisi menjadi pukul 5.30 pagi, dan pada akhirnya kembali menerapkan masuk sekolah pukul 7 pagi setelah Pemprov melakukan evaluasi komprehensif termasuk mendengarkan masukan berbagai pihak.

“Kita harus belajar dari NTT, jangan sampai kebijakan pendidikan coba-coba dan akhirnya kembali seperti sedia kali. Sebaiknya hati-hati dan kaji dahulu,” seru Iman.

Dalam penerapan jam masuk sekolah lebih pagi banyak kesulitan dalam implementasi. Seperti akses ke sekolah yang jauh dari rumah siswa dan guru. Ketidaktersediaan kendaraan umum pada jam berangkat sekolah. Risiko keamanan bagi siswa dalam keberangkatan, karena kondisi jalan sepi atau langit masih gelap.

Guru dan orang tua siswa merasa lebih terbebani karena harus menyiapkan sarapan dan bekal lebih awal. Bagi orang tua yang punya anak cukup banyak, lebih merepotkan lagi sebab harus membagi perhatian penyiapan lebih awal.

“Guru dan siswa yang rumahnya jauh harus bangun lebih pagi lagi. Malah sarapan pada jam sahur. Ini tentu saja sangat tidak berkeadilan” ungkap Iman.

Tujuan KDM agar anak tidak malas, bersemangat ke sekolah, dan gemar belajar dengan mempercepat jam masuk sekolah sebenarnya tidak langsung berkorelasi satu sama lain.

Justru membangun kualitas pembelajaran itu terletak dalam ekosistem pembelajaran di sekolah, pola asuh di rumah, bagaimana guru mampu membangun ruang belajar berkualitas, aman, nyaman, sehat, dialogis, konstruktif, dan berpusat pada peserta didik. Akan percuma masuk terlalu pagi, tapi kualitas pembelajaran masih rendah.

Sementara itu tantangan pendidikan di Jawa Barat cukup berat. Anak Tidak sekolah di jabar mencapai 623.288 anak di antaranya yang dropout sebanyak 164.631 anak. Bahkan Jawa Barat berada di urutan pertama nasional angka putus sekolah di jenjang SD (data Kemdikdasmen 2024).

Masih banyak persoalan pendidikan yang harus diurus oleh KDM di Jawa Barat. Misal, ada sekitar 22 ribu ruang kelas rusak berat dan 59 ribu kelas rusak sedang di Jawa Barat. Guru di Jawa Barat yang sudah disertifikasi angkanya di bawah 40%.

Artinya separuh guru di Jawa Barat dianggap belum profesional di atas kertas (NPD, 2023).

P2G menilai kebijakan pendidikan oleh KDM selama ini belum berdasarkan evidence based policy dan research based policy. Sehingga rapuh secara konseptual dan rentan untuk berubah secara drastis karena tidak kuat.

Yang dibangun pun bukan kekuatan birokrasi di bawah, melainkan personal KDM sebagai gubernur tentu ini menjadi problematika sendiri dalam internal birokrasi daerah.

“Guru dan siswa yang rumahnya jauh harus bangun lebih pagi lagi. Malah sarapan pada jam sahur. Ini tentu saja sangat tidak berkeadilan” ungkap Iman.

Tujuan KDM agar anak tidak malas, bersemangat ke sekolah, dan gemar belajar dengan mempercepat jam masuk sekolah sebenarnya tidak langsung berkorelasi satu sama lain.

Justru membangun kualitas pembelajaran itu terletak dalam ekosistem pembelajaran di sekolah, pola asuh di rumah, bagaimana guru mampu membangun ruang belajar berkualitas, aman, nyaman, sehat, dialogis, konstruktif, dan berpusat pada peserta didik. Akan percuma masuk terlalu pagi, tapi kualitas pembelajaran masih rendah.

Sementara itu tantangan pendidikan di Jawa Barat cukup berat. Anak Tidak sekolah di jabar mencapai 623.288 anak di antaranya yang dropout sebanyak 164.631 anak. Bahkan Jawa Barat berada di urutan pertama nasional angka putus sekolah di jenjang SD (data Kemdikdasmen 2024).

Masih banyak persoalan pendidikan yang harus diurus oleh KDM di Jawa Barat. Misal, ada sekitar 22 ribu ruang kelas rusak berat dan 59 ribu kelas rusak sedang di Jawa Barat. Guru di Jawa Barat yang sudah disertifikasi angkanya di bawah 40%.

Artinya separuh guru di Jawa Barat dianggap belum profesional di atas kertas (NPD, 2023).

P2G menilai kebijakan pendidikan oleh KDM selama ini belum berdasarkan evidence based policy dan research based policy. Sehingga rapuh secara konseptual dan rentan untuk berubah secara drastis karena tidak kuat.

Yang dibangun pun bukan kekuatan birokrasi di bawah, melainkan personal KDM sebagai gubernur tentu ini menjadi problematika sendiri dalam internal birokrasi daerah.