RADARSUMEDANG.ID – Anggota DPRD Sumedang Fraksi PDI-P, Atang Setiawan menyampaikan bahwa DPRD tengah membuat peraturan berupa rancangan peraturan daerah (Raperda) Rencana Pembangunan Industri Kawasan (RPIK) Sumedang 2022-2043.
Raperda ini kata Atang, merupakan kebijakan daerah yang sedang dibahas dengan eksekutif. Terdapat dua buah Raperda yaitu Raperda tentang pemberian instensif dan kemudahan investasi dan kedua tentang rencana pembangunan industri kabupaten Sumedang.
Adapun Raperda yang pertama disampaikan Atang, sudah disahkan tinggal menunggu uraian lebih detail pada peraturan bupati yang sedang digodok di tataran eksekutif. Sedangkan mengenai RPIK merupakan amanat perundang-undangan yang hampir 8 tahun terlambat dibahas.
“Pentingnya pembentukan Raperda RPIK Sumedang, untuk operasional di SKPD dalam rangka melaksanakan investigasi verifikasi juga pemberian izin kepada sektor usaha maupun calon pengusaha baru. Jadi melalui Raperda ini kita ingin memberikan kejelasan dan kepastian hukum bagi dunia usaha. Baik yang sudah eksis maupun calon usaha baru yang akan masuk,” kata Atang kepada RADARSUMEDANG.ID, belum lama ini.
Diakui Atang, untuk mengukur kemajuan daerah salah satunya seberapa besar investasi bisa masuk ke daerah. Yang mana ketika sektor industri masuk, maka multiplier effect yang dihasilkan akan sangat luar biasa.
“Diantaranya tingkat pengangguran akan berkurang, kemudian perekenomian sekitar akan meningkat dan lebih jauhnya produk domestik bruto (PDRB) Sumedang akan meningkat. Tentu ini akan memberikan kontribusi secara positif, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, saking pentingnya mengatur regulasi ini,” ujarnya.
Karenanya dalam rangka membuat peraturan ini, DPRD ingin lebih hati-hati, lebih dalam dan cermat. Mengingat yang akan diatur ikon industri Sumedang yang sudah nampak, besar sedang menengah dan UMKM .
“Kita ingin industri yang sudah tumbuh saat ini tetap berjalan dan kembangkan. Contoh di Cilembu sudah ada ubi, Conggeang opak dan emping, kita harapkan tetap dengan identitas. Adapun nanti daerah lainnya, kita kembangkan melalui peraturan ini sehingga ini nyambung dengan perda yang sudah ditetapkan yaitu perda insentif dan kemudahan investasi,” ucapnya.
Selain itu, diharapkan melalui Raperda RPIK Sumedang juga harus mempertimbangkan potensi kewilayahan. “Misalkan di Jatigede apa potensinya sehingga ketika dimulai seperti penetapan lokasi, lahan sampai ketersediaan bahan bakunya diusahakan tidak ngambil dari luar sehingga ada kemandirian industri,” tukasnya.
Meski demikian tambah Atang, ada sebuah kendala yang membayangi Raperda ini. Pertama bahwa RPIK harus sejalan dengan beberapa dokumen perencanaan yang kita miliki. Kedua harus selaras dengan rencana pembangunan jangka panjang daerah (RPJPD) yang berkahir 2025, dan RPJMD Sumedang Simpati yang berakhir pada tahun 2023.
Belum lagi pertautan tentang RTRW yang sudah waktunya menurut peraturan perundangan tahun 2023 paling telat 2024, juga peraturan menteri PUPR harus segera di revisi terhadap kandungan muatan RTRW di Sumedang.
“Mungkin saja ada perkembangan yang sudah tidak sesuai. Jadi sangat beralasan bahwa keterlambatan ini atas nama DPRD kami tidak ingin bertabrakan dengan peraturan lainnya. Sehingga di kemudian hari tidak nyambung, jadi semua saling menguatkan,” jelas Atang. (jim)