RADARSUMEDANG.id, BOGOR – Perbedaan pendapat dan pandangan merupakan hal yang biasa dalam suasana pesta demokrasi. Namun, hal itu jangan sampai diperuncing dengan sesuatu atau isu irasional yang bisa menimbulkan perpecahan.
Hal itu disampaikan Muhammad Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) usai menjadi pembicara dalam acara Dialog Keumatan dan Kebangsaan dalam Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia di IPC Corporate University Bogor, Senin (11/3/2019).
“Jangan sampai terjadi diantara masyarakat dalam memandang atau mempunyai pilihan terkait kontestasi demokrasi, sehingga menjauhkan kita sesama anak bangsa. Itu benang merahnya,” kata Pendiri Wasathiyah Center itu.
Disinggung mengenai isu khilafah yang sempat ditanyakan oleh salah seorang mahasiswa dalam dialog, TGB menjelaskan bahwa hal itu bukan termasuk dalam pokok keimanan atau keyakinan. Dalam kehidupan berbangsa, semua masyarakat, khususnya mahasiswa haru menjaga kesepakatan yang dibangun pendiri bangsa bernama Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
NKRI menurutnya adalah wadah yang menyatukan semua warga negara Indonesia selama ini. Dengan wadah ini, semangat toleransi, kebangsaan dan semua ikhtiar yang baik sudah berjalan dengan baik.
“Saya menyampaikan kepada mahasiswa bahwa fasilitas berislam di indonesia ini luar biasa. Kita bisa menjalankan kewajiban agama dengan sebaik-baiknya. Artinya, wadah indonesia cukup untuk menjadi tempat melaksanakan ajaran yang baik,” jelasnya.
Ada banyak negara yang rakyatnya menderita karena peperangan disebabkan wadah kebangsaan tidak berjalan dengan baik. Hal tersebut harus menjadi refleksi bagi semua warga negara Indonesia dalam menjaga semangat kebangsaan.
“Dan perlu kita juga melihat perjalanan atau pengalaman bangsa lain ketika wadahnya rusak, maka seluruh daya oembangunan dan kemajuan bangsa itu hancur semua. Di negara timur tengah contohnya, dan negara lain banyak juga,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, ia meminta anak muda agar tidak terpolarisasi dengan paham yang bisa mengancam keutuhan bangsa. Bahwa sekarang adalah zaman kolaborasi. Setiap individu boleh berbeda pandangan, berbeda pendapat dalam satu atau lebih hal, tapi kita harus selalu membangun jejaring kebaikan.
“Jadi jangan sampai, perbedaan pandangan itu mempolarisasi para mahasiswa sehingga mereka tidak bisa membangun jalur untuk silaturahim dengan baik,” pungkasnya.