BANDUNG – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Sumedang menghadirkan satu orang saksi ahli dalam sidang Kasus korupsi peningkatan jalan Keboncau-Kudangwangi tahun 2019 pada dinas PUPR Kabupaten Sumedang di Ruang Sidang I Kusumah Atmadja PN Tindak Pidana Korupsi Bandung. Rabu (24/05) malam.
Agenda sidang tersebut mendengarkan keterangan Saksi Ahli konstruksi,. Ir. Iskandar , MT. Dosen di Politeknik Negeri Bandung yang dipimpin Majelis Hakim Eman Sulaeman SH.,MH., untuk perkara dugaan korupsi yang menjerat 4 orang terdakwa masing-masing, DR (Kadis PUPR) BR (Pokja), HB (Perencana Pekerjaan) dan US (Pelaksana Kegiatan).
Saksi ahli menjawab pertanyaan dari JPU yang diwakili oleh Anggiat Sautma SH., Kepala Sub Seksi Penuntutan Upaya Hukum Luar Biasa dan Eksekusi Kejari Sumedang.
Persidangan yang dimulai pada pukul 18.45 WIB dipimpin oleh Majelis Hakim, Eman Sulaeman SH MH., berakhir pukul 20.25 WIB.
Dalam keterangannya, Iskandar menyatakan bahwa sebagai gambaran saja, bahwa pihak Politeknik Negeri Bandung (Polban) diminta oleh Kejaksaan Negeri Sumedang (Kejari) untuk memeriksa pekerjaan peningkatan jalan Keboncau-Kudangwangi, dan pihak Polban menugaskannya untuk mengukur kualitas dan kuantitas pekerjaan.
“Ya benar, dalam kasus peningkatan Keboncau -Kudangwangi, saya ditunjuk Polban sebagai ahli untuk memeriksa dan menguji hasil pekerjaan itu, yang dilakukan pada 15-17 Desember 2021,” ungkap saksi Ahli saat menjawab pertanyaan dari JPU.
Lebih jauh saksi Ahli menilai bahwa pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan metode standar pemeriksaan, yaitu melakukan uji tekan, sampling dan kesesuaian volume.
“Hasil pemeriksaan, diambil sampling secara random sebanyak 37 buah materi uji berupa sampel, yang dibawa sebagai bahan uji laboratorium di Polban. Sebagai Ahli untuk memeriksa pekerjaan peningkatan jalan tersebut, terdapat ketidaksesuaian dengan spesifikasi yang ada didalam dokumen. Dari hasil uji mutu beton saja, 94,5 persen tidak sesuai dengan K-350. Hal itu dibuktikan dengan hasil uji laboratorium di Polban, bahwa dari 37 sampel hanya 2 yang masuk atau sesuai,” katanya.
Iskandar menyebut pengujian beton standar SNI itu sekira 85 persen, artinya jika hasil pengujian menunjukkan kualitas beton itu 297,5 itu masuk batas toleransi artinya layak.
Saat ditanya JPU apa yang terjadi apabila hasil pengujian menurut standar SNI. Saksi Ahli itu menjawab bahwa apabila banyak ketidaksesuaian, maka pekerjaan tersebut dibongkar atau ditinggalkan untuk tidak dibayar.
“Jadi dalam ketentuan SNI, apabila pekerjaan tidak layak diterima atau dibayar. apabila pekerjaan itu melebihi ambang batas toleransi, baik kualitas maupun kuantitas,” terangnya.
Penasehat Hukum terdakwa US pelaksana kegiatan, Zain mencecar Ahli dengan pertanyaan seputar fungsi konsultan Pengawas dalam melaksanakan uji awal mutu beton.
“Pengawas itukan penjaga gawangnya, apabila pengawasan saat pelaksanaan tidak dilakukan itu sangat fatal. Ya, jangan sampai terjadi tak ada konsultan Pengawas dalam melaksanakan pekerjaan,” terang
Ahli saat menjawab pertanyaan dari Zain.
“Bagaimana jika konsultan Pengawas tidak melakukan uji beton pada saat penghamparan beton?” tanya Zain kembali.
Saksi menjawab hal itu salah besar, bagaimana dia akan tahu hasil pengujian mutu beton jika ternyata pekerjaan pengawasan pekerjaannya di tinggal, apalagi ini pekerjaan dengan volume beton yang banyak.
“Itu fatal, salah besar jika pekerjaan sebanyak itu tanpa pengawasan dan pengujian awal pada saat penghamparan beton,” tegas saksi Ahli.
Menjelang akhir persidangan, pertanyaan disampaikan oleh salah seorang Penasehat Hukum, Rizal yang menanyakan perihal akreditasi laboratorium Polban.
Saksi Ahli menjawab bahwa akreditasi untuk laboratorium Polban itu tidak ada atau belum terakreditasi, namun peralatan laboratoriumnya sudah terkalibrasi.
“Yang baru terakreditasi itu baru lembaga Pendidikannya, sedangkan laboratorium Polban belum terakreditasi namun terkalibrasi,” tegasnya.
Menjelang ditutup, saat majelis hakim menanyakan perihal keberatan dan sanggahan dari keempat terdakwa, hanya US yang merasa sedikit keberatan dengan keterangan saksi Ahli.
US sebagai Pelaksana kegiatan membenarkan bahwa pengujian untuk kepentingan penyidik Kejari dilakukan meskipun dalam kondisi cuaca ekstrim. Dan menurutnya bahwa di hari pertama penguji hanya mampu mengambil 3 sampel saja, sedangkan baru hari kedua, pemeriksaan dapat dilakukan seharian penuh.
“Untuk pengujian Agregat S yang dilakukan berupa pengambilan sampel bahu kiri dan kanan. Mengingat pengujian dan pemeriksaan sudah usia 2 tahun pekerjaan, terdakwa US juga menginformasikan bahwa sebelumnya daerah lokasi pekerjaan itu pernah tergenang banjir, sehingga kemungkinan berpengaruh pada hasil pemeriksaan terutama pada hasil ketebalan atau volume agregat itu sendiri,” ucapnya.
Keberatan terdakwa US dibantah halus oleh Saksi Ahli dan berkilah bahwa itu semua sudah masuk dalam hitungan dan metode yang dilakukan Ahli dalam pemeriksaan dan pengujian.
Terdakwa US menyampaikan bahwa keterangan yang disampaikan oleh saksi Ahli itu bersifat normatif, namun tiga hal yang perlu dicatat adalah, Laboratorium Polban itu tidak terakreditasi, kemudian dalam melakukan pemeriksaan dan pengujian pihak Polban tidak menghitung kerugian dan yang ketiga adalah
Peran dan tanggung dari konsultan Pengawas pekerjaan sangat vital dalam standar mutu dan volume pekerjaan.
“Majelis hakim pun akan menilai dari tiga poin penting tadi, dimana pada sidang sebelumnya pada saat para saksi dari konsultan Pengawas dihadirkan dalam memberikan keterangannya, jadi tanggung jawab mutlak dari pihak konsultan Pengawas tentang mutu dan volume pada pekerjaan dilakukan,” ujar US (tha).