Vendor Pernikahan Protes, Pernikahan Hanya Akad Saja

oleh

RADARSUMEDANG.ID — Dibalik adanya relaksasi bagi sejumlah sektor pada Perbup 78/2021 tentang PPKM level 4 26 sampai 2 Agustus ini, rupanya dirasa tidak berpihak pada pelaku vendor pernikahan atau wedding organizer juga seniman hiburan.

Pasalnya sebagaimana diatur dalam pasal 20 Perbup Sumedang 78/2021 ini, pelaksanaan resepsi pernikahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf q ditiadakan selama penerapan pemberlakuan PPKM level 4.

Hal itu memantik perhatian dari Ketua Asosiasi Penyelenggara Pernikahan Sumedang (APPS) Yadi Bachman.

Menurutnya, alangkah bijaknya Pemerintah daerah jika ada turunan peraturan yang bisa menyesuaikan dengan kondisi daerah setempat.

Sebab kata pria yang akrab disapa Wok Bachman ini, jika melihat Peraturan Walikota (Perwal) Bandung, Perbup Ciayu Maja Kuning turunan aturan PPKM tidak terlalu ‘saklek’ seperti InMendagri nomor 24 Tahun 2021tentang PPKM level 4 dan level 3 corona virus disease 2019 di wilayah Jawa dan Bali.

Artinya saat ini untuk setiap hajatan seperti pernikahan, tahapan resepsi ditiadakan karena berpotensi menimbulkan kerumunan.

Padahal kata dia,  Perwal Bandung masih diperbolehkan akad nikah. Walaupun bagi yang beragama Islam di bisa dilakukan KUA setempat, dan bagi non muslim di pencatatan sipil. Sehingga setidaknya tidak ada aturan yang tidak ambigu

Jadi kalau di Sumedang ketika besoknya mau akad, kemudian malamnya mendirikan tenda. Maka langsung dilarang oleh aparat setempat,” kata Wok Bachman kepada Radar Sumedang, Senin (26/7).

Dikatakan, dengan penghapusan resepsi ini dinilai kurang fair bagi para pelaku vendor pernikahan. Terlebih penghapusan resepsi sudah diberlakukan kedua kalinya di masa PPKM selama bulan Juli 2021.

“Resepsi itu satu paket sama akad. Tapi beberapa daerah di Situraja dan Cikoneng kejadian, ketika mereka mendirikan tenda itu tidak boleh. Sementara yang namanya keluarga kalau menggelar akad maupun resepsi kurang lebih 10-20 orang,” ujarnya.

Padahal tenda itu solusi untuk mengurai kerumunan. Cuman kasian juga akadnya buat besok, tapi tendanya harus dibongkar duluan, kan kasian,” tambahnya.

Belum lagi kata Wok Bachman, di lapangan tafsirnya berbeda-beda. Terlebih ketika resepsi ditiadakan, aparat kecamatan masing-masing ada yang mengatakan boleh dan ada juga yang tidak.

Bahkan banyak laporan yang masuk ke APPS, alasan menggunakan tenda karena rata-rata halaman rumah yang kecil sehingga diperlukan ruang yang lebih luas dan terbuka.

“Padahal di PPKM Level 3 kemarin Sumedang pernah mengalami, peraturannya resepsi 25 persen dan itu aman aman saja. Makannya kita menuntut resepsi karena bagaimanapun, kalau cuman akad saja banyak sektor ekonomi yang tidak bisa berjalan terutama para seniman,” tukasnya.

Kondisi seniman hiburan yang biasa menggantungkan hidupnya pada kegiatan terutama resepsi pernikahan lanjutnya, betul-betul terdampak. Lebih lagi mereka belum tersentuh bantuan sosial dari manapun.

Pasalnya berdasarkan survei menurut KUA dalam satu tahun 13.500 pernikahan. Artinya dalam seminggu ada 50 pernikahan dalam satu kecamatan sehingga dalam satu kecamatan bisa ratusan orang yang mendapatkan nafkah dari seniman, belum dari tempat lain.

“Seniman tradisi dan hiburan jangankan buat beli rokok, untuk makan dia dan keluarga juga keteteran. Sedangkan seniman satu grup saja, bisa 20 orangan. Udah mah mereka bayarannya kecil pas-pasan buat keluarganya apalagi sekarang di stop full,” ungkapnya.

Tak sampai disitu, disisi lain terjadi kecemburuan sosial di kalangan para pelaku vendor pernikahan. Yang mana para pelaku vendor pernikahan sama sekali tidak diberikan kelonggaran.

“Saya lihat di Perbup terbaru, warteg, pasar, karena sektor esensial lebih diperhatikan. Padahal waktu itu statement saya kepada pemangku kebijakan, apabila resepsi wedding dengan prokes ketat akan lebih aman daripada kerumunan orang di pasar artinya prokes kita lebih terjamin,” tandasnya.

Ia menambahkan, yang dikeluhkan para vendor itu pertama kebanyakan karena DP sudah masuk ke konsumen. Rata-rata yang sudah dipakai produksi barang dan sebagainya.

“Jadi memang tidak ada relaksasi dari pemerintah untuk temen-temen wedding yang punya cicilan ke bank. Seharusnya kalau memang skema ini mau dipakai pemerintah pusat, harus disiapkan secara berkesinambungan dari faktor kredit dan sebagainya,” pungkas Wok Bachman. (jim)