Oleh: Adam Hidayat, S.H.
(Anggota Dewan Pendidikan Kabupaten Sumedang 2024–2029)
RADARSUMEDANG.id, — Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Sumedang No. 07 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Pendidikan menjadi sorotan. Sejumlah pasalnya dinilai bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, khususnya terkait tugas pokok dan fungsi Dewan Pendidikan Kabupaten. Hal ini mengundang pertanyaan besar tentang harmonisasi regulasi yang seharusnya berjalan seiring dengan kebijakan nasional.
Beberapa pasal dalam Perda No. 07 Tahun 2019 ternyata tidak mencantumkan Dewan Pendidikan sebagai bagian integral dalam tata kelola pendidikan, seperti diatur dalam PP No. 17 Tahun 2010. Contohnya:
- Pasal 106 Ayat (3) Perda vs. Pasal 29 Ayat (3) PP
Dalam PP, kebijakan pendidikan daerah menjadi pedoman bagi Dewan Pendidikan, sedangkan dalam Perda, peran Dewan Pendidikan sama sekali dihilangkan. Sebaliknya, Perda lebih mengutamakan Pendidikan Layanan Khusus sebagai penerima pedoman kebijakan. - Pasal 117 Perda vs. Pasal 37 PP
PP dengan tegas menetapkan Dewan Pendidikan sebagai penerima kebijakan tata kelola pendidikan. Namun, Perda kembali mengabaikan peran tersebut dan lebih mengakomodasi lembaga lain. - Pasal 166 Ayat (1), 171, dan 172 Perda vs. Pasal 199 dan 204 PP
Dalam PP, pengawasan pendidikan merupakan tanggung jawab Dewan Pendidikan di semua tingkatan. Namun, Perda justru mengalihkan sebagian fungsi pengawasan ini kepada Badan Musyawarah Perguruan Swasta, mengurangi kewenangan Dewan Pendidikan.
Dampak Legal dan Praktis
Ketidakharmonisan ini berpotensi menimbulkan beberapa konsekuensi serius:
- Keterbatasan Fungsi Dewan Pendidikan
Dewan Pendidikan harus mengajukan permohonan pedoman kebijakan kepada kepala daerah setiap tahun, yang seharusnya otomatis diberikan sesuai aturan. - Potensi Gugatan Hukum
Ketidakselarasan ini membuka peluang terjadinya gugatan maladministrasi atau perbuatan melawan hukum terhadap Pemerintah Daerah di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). - Kecacatan Formil Produk Hukum
Kebijakan yang dikeluarkan berdasarkan Perda yang tidak harmonis dapat dinyatakan cacat hukum dan rentan dibatalkan.
Rekomendasi Solusi
- Harmonisasi Regulasi
Perlu segera dilakukan revisi Perda untuk menyesuaikan dengan PP dan UU No. 13 Tahun 2022 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. - Evaluasi Formalitas Perda
Langkah konsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri atau uji materi ke Mahkamah Agung dapat dilakukan untuk memastikan kesesuaian regulasi. - Penguatan Dewan Pendidikan
Pemerintah Daerah harus memastikan Dewan Pendidikan diberi ruang untuk menjalankan fungsi strategisnya, seperti pengawasan, pemberian masukan, dan pengembangan kebijakan pendidikan.
Mengapa Harmonisasi Penting?
Harmonisasi regulasi adalah fondasi untuk menciptakan tata kelola pendidikan yang adil dan terarah. Ketika regulasi di tingkat daerah tidak selaras dengan kebijakan nasional, hal ini dapat menciptakan kebingungan di antara para pemangku kepentingan, mulai dari pemerintah, lembaga pendidikan, hingga masyarakat umum. Sebagai contoh, peran Dewan Pendidikan yang terpinggirkan dalam Perda Sumedang No. 07 Tahun 2019 menghambat kapasitas mereka untuk memberikan masukan strategis terhadap pengembangan pendidikan lokal.
Selain itu, ketidakharmonisan regulasi dapat mengurangi efektivitas alokasi sumber daya pendidikan. Ketika Dewan Pendidikan tidak terlibat secara maksimal, rekomendasi mereka tentang alokasi anggaran pendidikan sering kali tidak terdengar. Padahal, partisipasi mereka penting untuk memastikan bahwa alokasi anggaran sesuai dengan kebutuhan di lapangan, seperti pengadaan fasilitas belajar, pelatihan guru, atau subsidi biaya pendidikan bagi siswa kurang mampu.
Dampak pada Kualitas Pendidikan
Ketidakharmonisan regulasi juga berimbas pada kualitas pendidikan. Dengan peran Dewan Pendidikan yang terabaikan, pengawasan terhadap penyelenggaraan pendidikan menjadi tidak optimal. Akibatnya, kebijakan pendidikan di tingkat daerah mungkin tidak lagi sesuai dengan standar nasional, menciptakan kesenjangan mutu pendidikan antarwilayah.
Misalnya, tanpa pengawasan yang memadai, beberapa sekolah mungkin tidak mematuhi standar minimal layanan pendidikan. Hal ini mencakup ketersediaan fasilitas seperti laboratorium, perpustakaan, dan ruang kelas yang memadai. Dalam jangka panjang, ketimpangan ini dapat memperburuk kualitas SDM yang dihasilkan oleh institusi pendidikan di daerah tersebut.
Langkah Implementasi Solusi
Untuk mengatasi disharmoni ini, pemerintah daerah perlu mengambil langkah-langkah konkret, antara lain:
- Melibatkan Ahli Hukum Pendidikan
Revisi Perda harus melibatkan ahli hukum pendidikan untuk memastikan setiap klausul sesuai dengan PP No. 17 Tahun 2010 dan peraturan perundang-undangan lainnya. - Sosialisasi dan Partisipasi Publik
Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses harmonisasi ini. Sosialisasi dapat dilakukan melalui forum diskusi publik yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti guru, orang tua siswa, dan organisasi masyarakat. - Monitoring dan Evaluasi Berkala
Setelah revisi Perda disahkan, perlu ada mekanisme monitoring dan evaluasi berkala untuk memastikan bahwa implementasi Perda yang baru berjalan sesuai rencana.
Menuju Regulasi yang Sinkron
Harmonisasi regulasi antara Perda dan PP adalah langkah esensial untuk menciptakan tata kelola pendidikan yang adil dan efektif. Dewan Pendidikan, sebagai garda depan dalam mendukung pengembangan pendidikan, membutuhkan landasan hukum yang kuat dan selaras agar dapat menjalankan tugasnya dengan maksimal.
Sumedang memiliki potensi besar untuk menjadi pelopor dalam pengelolaan pendidikan yang terintegrasi dan berkualitas. Namun, potensi ini hanya dapat diwujudkan jika semua pihak bersedia bekerja sama dalam memperbaiki regulasi yang ada. Dengan begitu, harapan untuk pendidikan Sumedang yang lebih baik tidak akan sekadar menjadi angan-angan, melainkan sebuah kenyataan yang dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat. Semoga upaya evaluasi dan harmonisasi ini segera direalisasikan demi pendidikan Sumedang yang lebih baik.(*)