Prof. Emi Sukiyah: Potensi dan Tantangan Geomorfologi Jawa Barat Selatan

oleh
Foto: https://www.unpad.ac.id/

RADARSUMEDANG.ID, JATINANGOR – Prof. Emi Sukiyah, Guru Besar Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, menyampaikan pandangannya mengenai karakteristik geomorfologi di wilayah Jawa Barat bagian selatan. 

Menurut Prof. Emi, karakteristik tersebut memberikan berbagai manfaat serta potensi yang dapat dikembangkan, meskipun terdapat berbagai tantangan dalam proses pengembangannya.

Prof. Emi menjelaskan bahwa geomorfologi merupakan respons dari proses yang terjadi di bawah permukaan dan permukaan bumi, seperti pelapukan, erosi, transportasi material, serta pengendapan. Proses-proses tersebut membentuk variasi bentang alam yang beragam, mulai dari yang tinggi, sedang, rendah, hingga datar.

“Kami menganalisisnya dari aspek pengaliran, salah satu aspek dalam morfologi dalam pendekatan geomorfologi. Diukur-ukur, dianalisis, ternyata pola-pola sungai. Karena pemahamannya adalah respon dari proses bawah permukaan dan permukaan, maka ini bisa dibagi menjadi tiga blok berdasarkan arah aliran,” ujar Prof. Emi belum lama ini. 

Berdasarkan deformasinya, analisis selanjutnya dibagi menjadi tiga blok, yaitu Blok Jampang, Blok Cisewu, dan Blok Pangandaran. Dua blok pendamping dari Blok Cisewu relatif stabil jika dibandingkan dengan Blok Cisewu yang dikenal sebagai zona rusak karena mudah lapuk dan tererosi.

Prof. Emi juga menyoroti berbagai daya tarik di wilayah Jabar Selatan, seperti Geopark Ciletuh dengan Curug Awang, Curug Rahong, serta Curug Orok di Garut. Meski perkembangannya belum signifikan untuk menghasilkan pendapatan daerah, potensi wisata ini dapat dikembangkan lebih lanjut.

Selain itu, Lembah Cilaki, Bukit Buaya, Bungbulang yang dikenal sebagai tambang batu akik, hingga Cianjur Selatan yang berpotensi untuk tambang pasir besi, menjadi daya tarik tambahan wilayah ini.

Namun, Prof. Emi juga mengingatkan akan ancaman yang mengintai, seperti gempa bumi, tanah longsor, tsunami, dan banjir bandang akibat morfologi yang curam. Pengembangan wilayah ini memerlukan pertimbangan terhadap ancaman bencana tersebut, serta mitigasi risiko yang melibatkan masyarakat dan kearifan lokal.

“Mitigasi yang dapat dilakukan pada potensi-potensi yang ada di Jawa Barat Selatan tidak hanya dengan mencoba kebijakan dari pemerintah, tetapi perlu juga dilakukan pendekatan kepada masyarakat untuk memberikan pemahaman terkait pengurangan risiko bencana,” tambah Prof. Emi.

Prof. Emi menekankan pentingnya membuat roadmap riset yang berkelanjutan dan melibatkan masyarakat setempat dalam pengembangan wilayah ini. Dengan demikian, sinergi mitigasi untuk pengurangan risiko bencana dapat tercapai.

“Jangan lupa masyarakat setempat juga harus dilibatkan terutama terkait dengan kearifan lokal, kita harus bisa menghargai itu supaya sinergi mitigasi untuk pengurangan risiko bencana,” tegasnya. (tha)