KH Didin Hafidhuddin: Jangan Sempitkan Budaya Pesantren dalam Raperda Pesantren!

oleh
KH Didin Hafidhuddin saat menyampaikan materi tentang peran ulama dan pesantren dalam ketahanan NKRI dan kebangkitan ekonomi ummat melalui zoom meeting, Sabtu (15/8/2020).

Begitupun dengan budaya mandiri dan tawakkal pada Allah SWT, lanjut KH Didin, para ulama, pondok pesantren melakukan kegiatan ekonomi yang berlandaskan kepada nilai-nilai Islam, yang dikenal dengan ekonomi syari’ah/ekonomi Islam yang berlandaskan pada nilai dan aturan tertentu, yaitu tidak melakukan kegiatan riba (QS. Al-Baqarah [2]: 278), dilarang menipu, mempermainkan takaran dan timbangan (QS. Al-Muthaffifin: 1-4), tidak dengan cara risywah/suap dan cara yang bathil lainnya (QS. Al-Baqarah [2]: 188), tidak jual-beli barang yang diharamkan (QS. Al-Maidah [5]: 90-91) dan selalu berpihak pada kepentingan sesama umat Islam (QS. An-Nisa’ [4]: 27), yaitu hanya membeli dari produk-produk sesama umat Islam.

Untuk menciptakan kebangkitan ekonomi ummat, KH Didin mendorong agar ekonomi umat ditata sesuai dengan ajaran Islam dan menekankan pada kesejahteraan bersama.

“Berbeda dengan ekonomi ribawi yang hanya mementingkan segelintir orang yang memiliki modal atau kapital yang besar. Model koperasi atau BMT adalah salah satu model yang bisa dikembangkan di kalangan pondok pesantren,” kata KH Didin.

KH Didin mencontohkan pesantren yang berhasil membangkitkan ekonomi ummat seperti Koperasi Pesantren di Sidogiri Pasuruan yang bernama BMT UGT Sidogiri yang berubah namanya menjadi BMT UGT Nusantara.

“BMT ini memiliki aset sekitar Rp 2 triliun dengan menggunakan jaringan alumni seluruh Indonesia dan memiliki cabang sekitar 250 yang semuanya dikelola oleh alumninya. Artinya ekonomi pondok pesantren memiliki ciri khas, baik dalam produknya, sistem manajemennya, maupun Corporate Culture nya atau budaya perusahaannya. Inilah contoh berjamaah dalam ibadah dan berjamaah dalam bermu’amalah. Artinya pondok pesantren bisa juga menjadi pusat keunggulan dalam bidang usaha bersama dan pembeerdayaan ekonomi umat,” tandasnya.

Di akhir pemaparannya, KH Didin Hafidhuddin menitip pesan kepada para wakil rakyat dari PKS yang duduk di DPRD Provinsi Jawa Barat jika akan disusun Raperda tentang penyelenggaraan pesantren agar budaya-budaya pesantren di atas tidak dihilangkan.

“Terkait akan dipansuskan, saya berpesan agar budaya-budaya yang telah lama dikembangkan dalam pesantren tidak disempitkan, karena budaya-budaya pesantren itu penting bagi keberlangsungan pesantren,” sarannya mengakhiri materi FGD.

Dalam FGD itu pula selain dihadiri lebih dari 42 orang peserta juga diisi dua orang narasumber lainnya, yakni Wakil Ketua Bidang Pembangunan Keummatan dan Dakwah DPP PKS KH Mahmud Mahfudz, LC, MH, Wakil Ketua Pansus Raperda Pesantren DPRD Provinsi Jawa Barat. Sementara itu bertindak sebagai keynote speaker Ketua Umum DPW PKS Jawa Barat Haru Suandharu, S.Si, M.Si.