RADARSUMEDANG.id, Bandung – Prabowo Subianto dinilai tidak akan bisa diberikan kepercayaan dalan penuntasan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di tahun 1998. Di lain pihak, Joko Widodo meski belum menyelesaikan kasus serupa, namun relatif bisa dipercaya. Alasannya, tidak ada keterlibatan dalam peristiwa tersebut.
Hal itu menjadi landasan sejumlah aktivis yang tergabung dalam Perhimpunan Nasional Aktivis (Pena) 98 menentukan pilihan kepada Joko Widodo dalam Pilpres 2019. Mereka bahkan memberikan pernyataan terbuka terkait pilihan politiknya itu.
Presidum Pena 98, Raphael Situmorang menerangkan, Prabowo paling berpotensi menjadi aktor utama dalam penculikan aktivis pada 1998 silam. Meski belum ada pembuktian dari pengadilan, namun ia mendasarkan pernyataannya berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Komisi Nasional (Komnas) HAM.
“Kami tegas. Tidak akan pernah lupa dengan tragedi 98. Kami meragukan komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum jika Prabowo terpilih sebagai presiden,” katanya saat ditemui di Jalan Jakarta, Kota Bandung, Kamis (14/3/2019).
Disinggung mengenai dugaan adanya aktor pelanggaran HAM berat yang ada di kubu Jokowi, lagi-lagi mereka menggunakan alasan investigasi Komnas HAM. Selain itu, Raphael menilai Joko Widodo serius menuntaskan kasus tersebut.
“Di masa sekarang, Jokowi sudah mulai melakukan proses (penyelesaian kasus HAM) itu. Sekarang kita tidak berdiri di ruang hampa,” paparnya.
“Kami menilai kubu 01 (Jokowi) ada harapan, yang 02 (Prabowo) ga ada harapan. Jokowi sudah mengupayakan dan menyiapkan beberapa alternatif, membuat lembaga rekonsiliasai melibatkan aktivis, korban dan pihak keluarga korban,” jelasnya..
Di tempat yang sama, aktivis Pena 98, Anton Sulthon, mengamini pernyataan bahwa Prabowo tidak akan mampu mengungkap kasus hukum jika terpilih sebagai presiden.
Indikator yanh kentara adalah cara kubu Prabowo dalam kampanye kerap menggunakan cara lama dalam meraih kekuasaan seperti yang dilakukan pada pemerintahan orde baru. “Contohnya delegitimasi kekuasaan, termasuk ke KPU sendiri. Ini akan terus membesar sampai ke pilpres, atau ada SARA,” katanya.
Selain itu, maraknya hoaks dan fitnah yang menyerang Joko Widodo pun sebagai bukti gaya-gaya orde lama yang harus dicegah. “Jelas pola-polanya dengan mendelegitimasi, menyebarkan hoaks, fitnah. Itu bagian cara lama yang dilakukan tahun 1998. Sekarang terulang lagi, muncul lagi. Teman-temannya dan cara-cara yang sama. Ini pasti orang yang sama,” katanya.