MENTERI Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti menyatakan keinginannya untuk menerapkan pendekatan Deep Learning dalam sistem pendidikan Indonesia. Ia menjelaskan bahwa pendekatan ini lebih dari sekadar kurikulum—melainkan sebuah metode pembelajaran yang berorientasi pada pemahaman mendalam terhadap materi, berbeda dengan metode berbasis hafalan yang masih umum di Indonesia.
Dalam acara Pak Menteri Ngariung pada 8 November 2024, Abdul Mu’ti menjelaskan tiga pilar utama dalam pendekatan ini, yaitu mindful learning (pembelajaran yang penuh kesadaran), joyful learning (pembelajaran yang menyenangkan), dan meaningful learning (pembelajaran yang bermakna).
Penerapan Deep Learning semakin diminati di berbagai sistem pendidikan global karena fokusnya pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, analisis mendalam, dan kemampuan memecahkan masalah kompleks. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Finlandia, dan Jerman telah menunjukkan hasil yang positif dari penerapan pendekatan ini, terutama melalui metode pembelajaran berbasis proyek (project-based learning/PBL).
Metode PBL memungkinkan siswa untuk mempraktikkan teori dalam konteks kehidupan nyata, menciptakan lingkungan pembelajaran yang lebih aktif dan kolaboratif. Selain itu, metode ini juga memperkuat kemampuan abad ke-21 seperti kreativitas, kolaborasi, dan kemampuan komunikasi.
Di Amerika Serikat, pendekatan ini diterapkan dengan dukungan teknologi canggih yang meningkatkan keterampilan kolaborasi, komunikasi, dan berpikir kritis siswa. Penggunaan teknologi berbasis STEM juga memberikan siswa kesempatan untuk berlatih memecahkan masalah dalam konteks nyata. Finlandia dan Jerman juga telah mengintegrasikan pembelajaran berbasis proyek secara efektif, yang tidak hanya mendorong siswa memahami konsep dengan lebih baik, tetapi juga menjawab kebutuhan industri melalui pembelajaran praktis.
Namun,ketika berbicara tentang implementasi di Indonesia, tantangan yang dihadapi sangat besar.Ketertinggalaninfrastruktur pendidikan, kesiapan guru, dan perbedaan kemampuan siswa di berbagai wilayah menjadi kendala utama.
Berdasarkan laporan dari OECD, meskipun kurikulum Indonesia telah mengalami beberapa reformasi, pendekatan berbasis hafalan masih mendominasi pembelajaran. OECD merekomendasikan transformasi sistemik dalam desain kurikulum, dengan keterlibatan aktif dari guru dan pemimpin institusi untuk memastikan pembelajaran yang lebih mendalam dan relevan.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim menjelaskan bahwa Kurikulum Merdeka yang diperkenalkan oleh pemerintah dirancang untuk mengedepankan literasi, numerasi, dan pembelajaran berbasis proyek. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip Deep Learning karena memberikan fleksibilitas kepada siswa untuk memahami konsep secara mendalam daripada sekadar menghafal fakta. Menurutnya, literasi dan numerasi yang kuat, ditambah pembelajaran yang berbasis karakter, akan membantu siswa lebih siap menghadapi tantangan nyata di masyarakat.
Namun, implementasi Deep Learning memerlukan persiapan matang, termasuk pelatihan profesional bagi guru dan dukungan infrastruktur pendidikan yang memadai. Saat ini, banyak guru, terutama di daerah terpencil, masih kurang siap untuk mengadopsi pendekatan ini karena minimnya pelatihan dan fasilitas. Penelitian mencatat bahwa metode pembelajaran berbasis proyek atau berbasis konsep sering kali sulit diterapkan karena kurangnya pemahaman guru terhadap metode ini. Misalnya, pada implementasi Kurikulum Merdeka dan Kurikulum 2013 (K-13), banyak guru merasa kesulitan menerapkan pembelajaran mendalam tanpa dukungan fasilitas dan teknologi yang memadai.
Kurangnya infrastruktur pendidikan di Indonesia menjadi penghalang utama. Data Kementerian Pendidikan Indonesia pada tahun 2023 menunjukkan bahwa hanya sekitar 47% sekolah di Indonesia yang memiliki akses ke teknologi pendukung pembelajaran modern, seperti komputer atau internet yang stabil. Meskipun pemerintah telah meluncurkan program pelatihan, seperti Pendidikan Profesi Guru (PPG), banyak guru melaporkan bahwa pelatihan ini masih belum memberikan dampak langsung terhadap kemampuan mereka dalam mengadopsi metode pembelajaran yang lebih inovatif dan kreatif.
Selain itu, kesiapan sekolah dalam aspek manajemen dan sumber daya juga menjadi tantangan. Sekolah-sekolah yang berada di daerah terpencil sering kali menghadapi kendala berupa kekurangan tenaga pengajar yang kompeten, fasilitas yang memadai, serta akses ke teknologi. Di sisi lain, beberapa sekolah swasta dan berbasis teknologi telah mulai mengadopsi metode pembelajaran berbasis proyek yang mengutamakan pemahaman mendalam siswa.
Optimisme tetap ada bahwa Indonesia dapat memulai perubahan dengan menyisipkan komponen Deep Learning secara bertahap ke dalam kurikulum nasional. Pemerintah bersama masyarakat harus bekerja sama untuk memperkuat pelatihan guru, membangun infrastruktur pendidikan, dan menciptakan lingkungan pembelajaran yang mendukung. Dengan langkah kecil seperti ini, Indonesia memiliki potensi untuk mengikuti jejak negara-negara maju dalam menghasilkan generasi yang lebih adaptif dan inovatif.
Dalam pandangan saya, meskipun tantangan yang dihadapi cukup besar, penerapan Deep Learning merupakan langkah strategis untuk memajukan pendidikan Indonesia. Dukungan kolaboratif antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan sektor swasta sangat diperlukan agar pendekatan ini dapat berhasil. Langkah awal seperti pelatihan guru dan pengembangan fasilitas akan membangun fondasi yang kokoh bagi generasi penerus bangsa. (***)
Penulis adalah Mahasiswi Sastra Inggris UIN Sunan Gunung Djati, Bandung